Minggu, 13 Mei 2012

Bekisting


Pekerjaan Pemasangan Bekisting
Bekisting merupakan konstruksi sementara yang diperlukan untuk menempatkan adukan beton sesuai dengan bentuk yang telah direncanakan. Masalah bekisting ini sangat penting dalam pelaksanaan pekerjaan beton, karena baik tidaknya bekisting yang dibuat akan mempengaruhi baik tidaknya hasil akhir pekerjaan beton. Ketidaktepatan dalam menentukan ukuran bekisting akan menyalahi gambar rencana. Struktur bekisting harus sekuat mungkin agar terhindar dari bahaya yang tidak diinginkan, seperti lendutan, bocor, runtuh dan sebagainya.
Struktur bekisting memiliki fungsi yang sangat penting, maka hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat bekisting pada proyek ini adalah :
a.       bekisting harus direncanakan sedemikian rupa, agar tidak ada perubahan bentuk dan cukup kuat menahan beban-beban sementara selama pekerjaan pembetonan,
b.      bekisting harus kuat dan rapat agar adukan beton tidak keluar saat pencoran dan apabila dibongkar tidak menimbulkan kerusakan pada bentuk struktur,
c.       bekisting harus diberi penguat, baik mendatar maupun menyilang sehingga memperkecil kemungkinan bergesernya bekisting,
d.      penyangga bekisting harus kaku dan kuat menahan bahan-bahan yang ada selama pelaksanaan pekerjaan pembetonan berlangsung,
e.       bekisting harus diletakkan pada posisi yang telah ditentukan sesuai dengan dimensi yang direncanakan,
f.       diusahakan bekisting terbuat dari bahan-bahan yang tidak mudah menyerap air ataupun semen,
g.      permukaan bekisting harus rata dan licin serta diberi releasing agent yang disetujui oleh perencana.
Pada proyek ini digunakan lembaran multipleks dengan tebal 9 mm sedangkan pada rangka pengaku bekisting digunakan kayu Glugu ukuran 6/12 dan 5/7.
Berikut ini akan diuraikan mengenai pekerjaan bekisting pada pondasi, kolom, balok dan plat lantai
ReAD LAgI GaN

business combination

Penggabungan usaha (business combination
terjadi jika dua atau lebih usaha yang terpisah bersama-sama menjadi satu entitas ekonomis. Ada beberapa sebab yang dijadikan alasan oleh perusahaan dalam melakukan penggabungan usaha yaitu: manfaat biaya, risiko lebih rendah, penundaan operasi lebih sedikit, mencegah pengambil-alihan, akuisisi harta tidak berwujud, dan alasan-alasan lainnya. Penggabungan usaha meliputi upaya untuk mendapatkan seluruh aktiva bersih dari sebuah perusahaan dengan mendapatkan saham perusahaan tersebut.  Keputusan untuk melakukan penggabungan usaha juga didorong oleh keinginan untuk menambah nilai. Ada beberapa alasan mengapa penggabungan usaha dapat menambah nilai, yaitu hilangnya biaya tetap yang merupakan duplikasi, koordinasi berkesinambungan dalam suatu proses produksi, manajemen aktiva secara lebih efisien dan keringanan pajak (tax advantages) yang belum digunakan.   Berbagai cara yang digunakan untuk melakukan penggabungan usaha antara lain yaitu akuisisi, merger dan konsolidasi. Penggabunga usaha seringkali dilakukan dengan pertukaran uang tunai dengan saham biasa atau saham biasa dengan saham biasa. Ada dua metode yang bias digunakan dalam penggabungan usaha yaitu metode pembelian (purchase method) dan metode penyatuan kepentingan (polling of interest). Metode pembelian didasarkan pada asumsi bahwa penggabungan usaha merupakan suatu transaksi dimana suatu entitas memperoleh aktiva bersihdari perusahaan-perusahaan lain yang bergabung. Pada metode penyatuan kepentingan, diasumsikan bahwa kepemilikan perusahaan-perusahaan yang bergabung adalah satu kesatuan secara relatif tetap tidak berubah pada entitas akuntansi yang baru, selanjutnya pada metode penyatuan kepentingan aktiva dan kewajiban dari perusahaan-perusahaan yang bergabung dimasukkan dalam entitas gabungan sebesar nilai bukunya. Apabila penggabungan yang dilakukan dengan menggunakan metode purchase,maka selisih antara nilai wajar (market value) dan nilai buku (book value) aktiva adalah merupakan objek pajak. Sedangkan apabila penggabungan badan usaha menggunakan metode polling of interest  tidak akan menimbulkan objek pajak penghasilan, karena harta perusahaan di nilai berdasarkan nilai buku. Perusahaan yang memilih melakukan penggabungan  dengan menggunakan metode ini di haruskan memenuhi beberapa persyaratan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.   
ReAD LAgI GaN

Selasa, 17 April 2012

Menikahi Wanita Hamil

Menikahi Wanita Hamil 

 Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin, hal 242, dikatakan tentang absah-nya seorang pria menikahi wanita yang sedang hamil dari zina.

 نكح حاملا من الزنا فأتت بولد لزمن امكانه منه بأن ولدت لستة أشهر ولحظتين من عقده وامكان وطئه لحقه وكذا ان جهلت المدة ولم يدر هل ولدته لمدة الإمكان أو لدونها على الراجح وان ولدته لدونها لم يلحقه ..... لعل الصواب. 

Seorang laki-laki yang mengawini wanita hamil dari zina. Kemudian wanita itu melahirkan anak dalam masa yang mungkin anak itu dari laki-laki yang mengawininya, yaitu bahwa wanita itu melahirkan sesudah enam bulan dan dua detik dari mulai akad nikahnya dan kemungkinan persetubuhannya, terbangsalah anak itu kepada laki-laki yang menikahinya. Dan demikian pula jika tidak diketahui apakah perempuan itu melahirkan bayi dalam masa yang memungkinkan laki-laki yang menikahinya untuk menyetubuhinya atau kurang dari masa itu, menurut qaul yang lebih jelas. Dan jika wanita yang hamil itu melahirkan bayi kurang dari masa itu, maka bayi yang dilahirkan tidak dapat dibangsakan kepadanya kepada laki-laki yang mengawininya. Berhubung bayi yang lahir dibangsakan kepada ibunya; Kalau anak itu lahir perempuan, setelah dewasa lalu dinikahkan, siapa walinya? Terhadap bapaknya (suami ibunya) menjadi mahram atau tidak? Bagaimana hak warisnya? Jawaban Yang menjadi wali adalah HAKIM, 
berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At Tirmidzi dari ‘Aisyah ra.:

فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

 "Maka Sulthan (penguasa) itu adalah wali bagi orang yang sama sekali tidak mempunyai wali"
 Jika suami ibunya itu telah menyetubuhi ibunya, maka anak yang dilahirkan oleh ibunya itu menjadi mahram sebab mushaharoh dari suami ibunya. Jika belum disetubuhi, maka tidak menjadi mahram. Dasar Pengambilan Firman Allah dalam Al Qur'an surat An Nisa' ayat 4 yang antara lain berbunyi: 

...وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمْ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمْ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ 

أَبْنَائِكُم ْالَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ ...الآية

 "(Dan diharamkan atas kamu sekalian mengawini) … dan ibu-ibu dari isteri-isteri kamu, dan anak-anak tiri yang dalam pemeliharaan kamu dari isteri-isteri kamu yang telah kamu setubuhi. Dan jika kamu belum menyetubuhi ibunya, maka tidak ada dosa bagi kamu ( mengawininya) dan isteri-isteri dari anak-anak bekas isteri kamu yang berasal dari benih kamu …" 

 Jika anak yang lahir dari perempuan hamil yang dinikah oleh laki-laki itu dapat dibangsakan kepada suami ibunya, maka antara anak dan suami ibunya itu dapat saling mewarisi. Dan jika tidak dapat dibangsakan, maka antara keduanya tidak dapat saling mewarisi. 

SUMBER: ASHABUR-ROYI (2003)
ReAD LAgI GaN

Takholli Tahalli Tajalli

Takholli 
artinya mengosongkan. Yang dimaksudkan adalah bahwa setiap orang ingin sampai pada keridlaan Allah itu pertama kali yang harus dilakukan adalah mengosongkan hatinya dari akhlak-akhlak yang tercela. 

Tahalli 
artinya menghiasi. Yang dimaksudkan adalah bahwa orang yang ingin sampai pada keridlaan Allah itu, setelah hatinya dikosongkan dari akhlak-akhlak jelek, maka hatinya harus dihiasi dengan akhlak yang baik dan terpuji. 

Tajalli
 artinya menampakkan diri. Yang dimaksudkan adalah bahwa orang yang ingin sampai pada keridlaan Allah itu, setelah hatinya dikosongkan dari akhlak-akhlak yang tercela, kemudian sudah dihiasi dengan akhlak-akhlak yang mulia, maka dia harus selalu menampakkan dirinya pada setiap hal telah diperintahkan oleh Allah dan tidak boleh absen.
ReAD LAgI GaN

Minggu, 15 April 2012

TUNDAAN DAN REGRESI LINEAR

      Tundaan ( delay )
Tundaan dalam MKJI merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang. Tundaan terdiri dari tundaan lalu lintas dan tundaan geometrik. Tundaan lalu lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan oleh intensitas lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan. Tundaan geometrik disebabkan oleh perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok simpang atau terhenti karena berhenti.
Tundaan yang disebabkan oleh adanya gangguan pada arus lalu lintas akan mengakibatkan kinerja jalan terganggu. Tundaan akibat hentian ( stopped delay ) adalah tundaan yang terjadi pada kendaraan dengan kendaraan dalam kondisi benar-benar berhenti atau berhenti penuh pada kondisi mesin masih hidup.
Tundaan akan mengakibatkan selisih waktu antara kecepatan perjalanan (journey speed) dengan kecepatan bergerak (running speed). Tundaan karena perlambatan yaitu penundaan karena keramaian atau kepadatan yang dapat  mengurangi atau memperlambat kecepatan bergerak sampai di bawah kecepatan yang sesuai pada jalan tertentu.
Tundaan pada saat kendaraan mulai bergerak sampai pada pencapaian kecepatan normal, yaitu apabila kendaraan mengalami percepatan setelah kendaraan menyelesaikan suatu gerakan untuk menambah kecepatan dari kecepatan arus keluar jalan sampai pada kecepatan yang sesuai untuk jalan yang dilalui saat itu.

Penundaan karena berhenti dapat dihitung dengan persamaan berikut 



dengan :
n   =  jumlah total kendaraan yang berhenti.
Ai =  waktu ketika kendaraan i berhenti.
Di =  waktu kendaraan i mulai bergerak.
ts =  interval waktu (detik).
Stopped delay yang terjadi akibat penutupan pintu lintasan dihitung dari tiga titik (stop line, 20m dari stop line, 40m dr stop line). Data stopped delay tersebut akan dianalisis sehingga didapat total delay untuk masing-masing penutupan pintu lintasan kerata api dalam periode pengamatan.

            Regresi Linier
Untuk menganalisis dua variable numerik atau lebih, termasuk hubungan antara yang keduanya dilakukan dengan menggunakan perhitungan regresi linier. Dari analisis regresi diperoleh suatu persamaan regresi yaitu suatu rumus matematika untuk mencari nilai dependent variable dari nilai independent variable yang diketahui. Dalam praktek pengolahan data dapat menggunakan program SPSS.
Analisis regresi sederhana diberikan dalam persamaan :
                        Y =  a  +  bX                                                             
Dengan :
Y  = variable dependent.(Arus lalu lintas pada ruas sebelum rel KA)
X  = variable independent. (Tundaan pada saat pintu lintasan beoperasi)
a  = konstanta yang menunjukan nilai intercept.
B  = koefisien slope/gradient dari fungsi.

Nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

                          
                             





Dengan :
N  = jumlah data yang digunakan sebagai sample
X  = nilai variable X.
Y  = nilai variable Y
Dalam analisis regresi linier diperoleh beberapa ukuran untuk mengetahui kondisi dari model-model yang dibuat. Ukuran statistik yang dihasilkan adalah nilai koefisien korelasi ( r ), koefisien determinasi (R square), dan kesalahan (standart error), uji ANOVA.

ReAD LAgI GaN

Sabtu, 14 April 2012

Tabaruk


Dalam dunia pesantren di tanah air ini, kita sering menjumpai pemandangan di mana para santri saling berebut untuk bisa menghabiskan kopi atau teh dari cangkir sisa gurunya. Fenomena itu lebih dikenal sebagai ngalap berkah. Ngalap berkah adalah salah satu nilai yang diajarkan dalam agama Islam dan bukanlah hal baru, sebab generasi sahabat dan para salaf telah meneladankan tradisi tersebut. Telah kita ketahui bersama dalam kitab-kitab sirah nabawiyah bagaimana para sahabat berebut untuk mendapatkan tetesan wudhu Baginda Nabi SAW. Beliau SAW tak sekalipun melarang perbuatan itu. Berkah itu sesungguhnya ada, dan bisa diraih lewat perantara orang-orang yang sangat dekat dengan Allah SWT. Secara harfiah, berkah bermakna bertambah atau berkembang. Sedangkan dalam terminologi bahasa berkah berarti bertambahnya kebaikan. Jadi ngalap berkah atau tabarruk adalah mengharap tambahan kebaikan dari Allah SWT dengan perantara ruang, waktu, makhluk hidup dan bahkan benda mati. TABARRUK RASULULLAH dengan tempat mulia Bertabarruk (mencari berkah) bisa dilakukan dengan perantara tempat-tempat yang mulia, sebagai dalam firman Allah SWT berikut :

 إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ (آل عمران:96) 
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (Q.S. ali Imron : 96) Dalam hadits panjang tentang perjalanan Isra’ Jibril mengajak Rasulullah SAW singgah di beberapa tempat untuk bertabarruk dengan mengerjakan shalat dua rakaat seperti di Bait Lahm tempat kelahiran Nabi Isa a.s., di bukit Thurisina, tempat Nabi Musa ber-mukalamah dengan Allah SWT, dan lain-lain. 

Sebagaimana dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik berikut : 

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال أُتِيتُ بِدَابَّةٍ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ خَطْوُهَا عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهَا فَرَكِبْتُ وَمَعِي جِبْرِيلُ عليه السَّلَام فَسِرْتُ فقال انْزِلْ فَصَلِّ فَفَعَلْتُ فقال أَتَدْرِي أَيْنَ صَلَّيْتَ صَلَّيْتَ بِطَيْبَةَ وَإِلَيْهَا الْمُهَاجَرُ ثُمَّ قال انْزِلْ فَصَلِّ فَصَلَّيْتُ فقال أَتَدْرِي أَيْنَ صَلَّيْتَ صَلَّيْتَ بِطُورِ سَيْنَاءَ حَيْثُ كَلَّمَ الله عز وجل مُوسَى عليه السَّلَام ثُمَّ قال انْزِلْ فَصَلِّ فَنَزَلْتُ فَصَلَّيْتُ فقال أَتَدْرِي أَيْنَ صَلَّيْتَ صَلَّيْتَ بِبَيْتِ لَحْمٍ حَيْثُ وُلِدَ عِيسَى عليه السَّلَام ثُمَّ دَخَلْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ فَجُمِعَ لي الْأَنْبِيَاءُ عليهم السَّلَام فَقَدَّمَنِي جِبْرِيلُ حتى أَمَمْتُهُمْ ، رواه النسائي “Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Didatangkan kepadaku kendaraan Buraq,’ lebih besar dari keledai, dan lebih kecil dari baghal (peranakan kuda dan keledai), langkahnya sejauh pandangannya. Lalu aku menaikinya dan berangkat bersama Jibril a.s. Tiba-tiba Jibril berkata kepadaku, “Turunlah dan shalatlah.” Aku pun mengerjakannya. Kemudian Jibril berkata “Tahukah engkau di mana engkau shalat, engkau tadi shalat di Tayyibah (Madinah) yang akan menjadi tujuanmu hijrah. Kemudian Jibril berkata: “Turunlah dan shalatlah!”, aku pun mengerjakannya, lalu dia berkata: “Tahukah engkau di mana shalatmu tadi, engkau shalat ada di Thurisina tempat Allah ber-mukalamah dengan Musa a.s.” Lalu berangkat lagi dan Jibril berkata: “Turunlah dan shalatlah!”, maka aku pun mengerjakannya, lalu dia bertanya: “Tahukah engkau di mana engkau shalat, engkau shalat ada di Bait Lahm, tempat kelahiran Nabi Isa a.s., kemudian aku masuk ke Baitil Maqdis, di sana telah berkumpul para nabi, lalu Jibril memintaku untuk menjadi imam shalat mereka.” (H. R. An-Nasa’i)

 BERTABARRUK DENGAN WAKTU 

Allah memberi kelebihan dan keberkahan pada waktu-waktu tertentu, seperti dalam firman Allah SWT:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرين
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi (malam lailatul qadr) dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (Q.S. ad-Dukhan:3) 
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : 

« إن لربكم عز وجل في أيام دهركم نفحات ، فتعرضوا لها ، لعل أحدكم أن تصيبه منها نفحة لا يشقى بعدها أبدا » رواه الطبراني “Sesungguhnya Tuhan kalian di hari-hari kalian memiliki anugerah-anugerah, maka carilah augerah itu, mungkin kiranya salah satu diantara kalian mendapatkannya, maka tidak akan celaka selamanya.” (H.R Thabrani)

 TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN BEKAS-BEKAS RASULULLAH SAW 

Sahabat Anas r.a. menceritakan bagaimana para sahabat bertabarruk dengan rambut Rasulullah SAW:

 عن أَنَسٍ قال لقد رأيت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالْحَلَّاقُ يَحْلِقُهُ وَأَطَافَ بِهِ أَصْحَابُهُ فما يُرِيدُونَ أَنْ تَقَعَ شَعْرَةٌ إلا في يَدِ رَجُلٍ ، رواه مسلم وكذا رواه احمد والبيهقي في السنن الكبرى 
“Aku melihat tukang cukur sedang mencukur Rasulullah SAW dan para sahabat mengitarinya. Tidaklah mereka kehendaki satu helai pun dari rambut beliau terjatuh kecuali telah berada di tangan seseorang.” (H.R Muslim, Ahmad dan Baihaqi) 

Aun bin Abi juhaifah menceritakan dari ayahnya para sahabat yang bertabarruk dengan air sisa wudhu’ Rasulullah :

 أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ حَمْرَاءَ مِنْ أَدَمٍ وَرَأَيْتُ بِلَالًا أَخَذَ وَضُوءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يَبْتَدِرُونَ الْوَضُوءَ فَمَنْ أَصَابَ مِنْهُ شَيْئًا تَمَسَّحَ بِهِ وَمَنْ لَمْ يُصِبْ مِنْهُ شَيْئًا أَخَذَ مِنْ بَلَلِ يَدِ صَاحِبِهِ ، رواه البخاري ومسلم واحمد “Aku mendatangi Rasulullah sewaktu beliau ada di kubah hamra’ dari Adam, aku juga melihat Bilal membawa air bekas wudhu’ Rasulullah dan orang-orang berebut mendapatkannya. Orang yang mendapatkannya air bekas wudhu’ itu mengusapkannya ke tubuhnya, sedangkan yang tidak mendapatkannya, mengambil dari tangan temannya yang basah” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad) 

Dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa para sahabat bertabarruk dengan keringat Rasulullah SAW. Berkata Anas bin Malik :

 كان النبي صلى الله عليه وسلم يَدْخُلُ بَيْتَ أُمِّ سُلَيْمٍ فَيَنَامُ على فِرَاشِهَا وَلَيْسَتْ فيه قال فَجَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ فَنَامَ على فِرَاشِهَا فَأُتِيَتْ فَقِيلَ لها هذا النبي صلى الله عليه وسلم نَامَ في بَيْتِكِ على فِرَاشِكِ قال فَجَاءَتْ وقد عَرِقَ وَاسْتَنْقَعَ عَرَقُهُ على قِطْعَةِ أَدِيمٍ على الْفِرَاشِ فَفَتَحَتْ عَتِيدَتَهَا فَجَعَلَتْ تُنَشِّفُ ذلك الْعَرَقَ فَتَعْصِرُهُ في قَوَارِيرِهَا فَفَزِعَ النبي صلى الله عليه وسلم فقال ما تَصْنَعِينَ يا أُمَّ سُلَيْمٍ فقالت يا رَسُولَ اللَّهِ نَرْجُو بَرَكَتَهُ لِصِبْيَانِنَا قال أَصَبْتِ ،رواه مسلم واحمد 
“Rasulullah SAW masuk rumah Umi Sulaim dan tidur di ranjangnya sewaktu Umi Sulaim tidak ada di rumah, lalu di hari yang lain Beliau datang lagi, lalu Umi Sulaim di beri kabar bahwa Rasulullah tidur di rumahnya di ranjangnya. Maka datanglah Umi Sulaim dan mendapati Nabi berkeringat hingga mengumpul di alas ranjang yang terbuat dari kulit, lalu Umi Sulaim membuka kotaknya dan mengelap keringat Nabi lalu memerasnya dan memasukkan keringat beliau ke dalam botol, Nabi pun terbangun: “Apa yang kau perbuat wahai Umi Sulaim”, tanyanya.” “Ya Rasulullah, kami mengharapkan berkahnya untuk anak-anak kami,” jawab Umi Sulaim. Rasulullah berkata: “Engkau benar” (H.R. Muslim dan Ahmad) 

BERTABARRUK DENGAN RAMBUT RASULULLAH SAW

 أَنَّ خَالِدَ بن الْوَلِيدِ فَقَدَ قَلَنْسُوَةً لَهُ يَوْمَ الْيَرْمُوكِ ، فَقَالَ : اطْلُبُوهَا فَلَمْ يَجِدُوها ، فَقَالَ : اطْلُبُوهَا ، فَوَجَدُوهَا فَإِذَا هِي قَلَنْسُوَةٌ خَلَقَةٌ ، فَقَالَ خَالِدٌ : اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَلَقَ رَأْسَهُ ، فَابْتَدَرَ النَّاسُ جَوَانِبَ شَعْرِهِ ، فَسَبَقْتُهُمْ إِلَى نَاصِيَتِهِ فَجَعَلْتُهَا فِي هَذِهِ الْقَلَنْسُوَةِ ، فَلَمْ أَشْهَدْ قِتَالا وَهِيَ مَعِي إِلا رُزِقْتُ النَّصْرَ. 
Dari Abdul hamid bin Jakfar berkata : bahwa Khalid bin Walid kehilangan kopyah ketika peperangan Yarmuk, lalu berkata : Carilah!, namun tidak ditemukan, dia meminta untuk mencarinya lagi, dan ternyata didapati berupa kopyah usang, lalu Khalid berkata : “Sewaktu Rasulullah SAW umrah, beliau mencukur rambut kepalanya, maka orang-orang berebut rambut beliau, dan aku bisa mendahului dan mendapat rambut ubun-ubun beliau. Lalu kutaruh rambut itu di kopyah ini. Tidaklah aku menghadiri peperangan dengan membawa kopyah ini kecuali pasti aku menang“

TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN CANGKIR NABI

 Hajjaj ibn Hassan berkata: “Kami berada di rumah Anas dan dia membawa cangkir Nabi SAW dari suatu kantong hitam. Dia (Anas) menyuruh agar cangkir itu diisi air dan kami minum air dari situ dan menuangkan sedikit ke atas kepala kami dan juga ke muka kami dan mengirimkan solawat kepada Nabi SAW.” [Hadits riwayat Ahmad, dan Ibn Katsir]. ‘Asim berkata: “Aku melihat cangkir itu dan aku minum pula darinya.” [Hadits Riwayat Bukhari] 

TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN MIMBAR NABI 

Ibnu ‘Umar r.a. sering memegang tempat duduk Nabi SAW di mimbar dan menempelkan wajahnya untuk barokah. [al-Mughni 3:559; al-Shifa' 2:54, Ibn Sa'd, Tabaqat 1:13; Mawsu'at Fiqh 'Abdullah ibn 'Umar halaman. 52] 

TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN UANG YANG DIBERIKAN OLEH RASULULLAH

 Jabir menjual seekor unta ke Nabi SAW dan beliau SAW memerintahkan Bilal untuk menambahkan seqirat (1/12 dirham) atas harga yang disepakati. Jabir berkata: “Tambahan yang diberikan Nabi SAWtidak akan pernah meninggalkanku,” dan dia menyimpannya setelah peristiwa itu. [Hadits riwayat Bukhari]. 

TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN TONGKAT RASULULLAH 

Ketika ‘Abdullah bin Anis kembali dari suatu peperangan setelah membunuh Khalid ibn Sufyan ibn Nabih, Rasulullah SAW memberi hadiah kepadanya berupa sebuah tongkat dan bersabda kepadanya: “Itu akan menjadi tanda di antara kau dan aku di hari kebangkitan.” Setelah itu, ‘Abdullah ibn Anis tidak pernah berpisah dari tongkat itu dan tongkat itu dikubur dengannya setelah wafatnya. [Hadits riwayat Ahmad 3:496, al-Waqidi 2:533]. 

TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN BAJU RASULULLAH

 Jabir berkata: “Nabi SAW datang setelah ‘Abdullah bin Ubay dikuburkan dalam makamnya. Beliau SAW memerintahkan agar mayatnya diangkat lagi. Beliau SAW menaruh kedua tangannya pada kedua lutut ‘Abdullah, bernafas atasnya dan mencampurnya dengan air liurnya serta mengenakan pakaian beliau padanya.” [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim] 

TABARRUK PARA SAHABAT DENGAN JUBAH RASULULLAH 

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Sahihnya Bab al-Libaas pernah bahwa Asma’ binti Abu Bakr pernah menunjukkan pada Abdulah, bekas budaknya jubah Rasulullah yang terbuat dari kain Persia dengan kain leher dari kain brokat, dan lengannya juga dibordir dengan kain brokat seraya berkata “Ini adalah jubah Rasulullah SAW yang disimpan ‘Aisyah hingga wafatnya lalu aku menyimpannya. Nabi SAW dulu biasa memakainya, dan kami mencucinya untuk orang yang sakit hingga mereka dapat sembuh karenanya.” Imam Nawawi mengomentari hadits ini dalam Syarah Sahih Muslim, karya beliau, juz 37 bab2,

 وفي هذا الحديث دليل على استحباب التبرك بآثار الصالحين وثيابهم 

“Hadits ini adalah bukti dianjurkannya mencari barokah lewat bekas dari orang-orang saleh dan pakaian mereka” Dalam kitab yang sama Imam Nawawi menulis setidaknya 11 kali anjuran untuk mencari berkah dari bekas orang-orang Saleh. Ini adalah dalil akurat bahwa tabarruk tidak terbatas pada masa hidup Rasulullah dan dianjurkannya bertabarruk dengan orang-orang saleh. Hal ini juga dilalakukan Imam Syafii dengan bertabarruk pada gamis Imam Ahmad sebagaimana dalam kitab Tarikh Dimasyqi :

 قال لي الربيع: إن الشافعي خرج إلى مصر وأنا معه فقال لي: يا ربيع خذ كتابي هذا ، فامض به وسلمه إلى أبي عبدالله أحمد بن حنبل، وائتني بالجواب. قال الربيع: فدخلت بغداد ومعي الكتاب، فلقيت أحمد بن حنبل صلاة الصبح، فصلّيت معه الفجر، فلما انفتل من المحراب سلّمت إليه الكتاب، وقلت له: هذا كتاب أخيك الشافعي من مصر، فقال أحمد: نظرت فيه قلت: لا، فكسر أبو عبدالله الختم وقرأ الكتاب، وتغرغرت عيناه بالدموع، فقلت: إيش فيه يا أبا عبدالله قال: يذكر أنه رأى النبي (صلى الله عليه وسلم) في النوم، فقال له: اكتب إلى أبي عبدالله أحمد بن حنبل، واقرأ عليه مني السلام، وقل: إنك ستُمتحن وتدعى إلى خلق القرآن فلا تجبهم، فسيرفع الله لك علماً إلى يوم القيامة. قال الربيع: فقلت: البشارة، فخلع أحد قميصيه الذي يلي جلده ودفعهُ إليّ، فأخذته وخرجت إلى مصر، وأخذت جواب الكتاب فسلّمته إلى الشافعي، فقال لي الشافعي: يا ربيع إيش الذي دفع إليك قلت: القميص الذي يلي جلده، قال الشافعي: ليس نفجعك به، ولكن بُلّه وادفع إليّ الماء لأتبرك به. 

Berkata Rabi’: “Sesungguhnya Imam Syafi’i pergi ke Mesir bersamaku, lalu berkata kepadaku: “Wahai Rabi’, ambil surat ini dan serahkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, selanjutnya datanglah kepadaku dengan membawa jawabannya!”, Ketika memasuki kota Baghdad kutemui Imam Ahmad sedang shalat subuh, maka aku pun shalat di belakang beliau. Setelah beliau hendak beranjak dari mihrab, aku serahkan surat itu, “Ini surat dari saudaramu Imam Syafi’i di Mesir,” kataku. “Kau telah membukanya?” tanya Imam Ahmad. “Tidak, wahai Imam” Beliau membuka dan membaca isi surat itu, sejenak kemudian kulihat beliau berlinang air mata. “Apa isi surat itu wahai Imam?” tanyaku. “Isinya menceritakan bahwa Imam Syafi’i bermimpi Rasulullah SAW, Beliau berkata: “Tulislah surat kepada Ahmad bin Hanbal dan sampaikan salamku kepadanya. Kabarkan padanya bahwa dia akan mendapatkan cobaan, yaitu dipaksa mengakui bahwa al-Qur’an adalah mahluk, maka janganlah diikuti, Allah akan meninggikan benderanya hingga hari kiamat,” tutur Imam Ahmad “Ini suatu kabar gembira,” kataku. Lalu beliau menuliskan surat balasan seraya memberikan padaku qamis yang melekat di kulitnya. Aku pun mengambil surat itu dan menyerahkannya kepada Imam Syafi’i. “Apa yang diberikan Imam Ahmad padamu?” tanya Imam Syafi’i. “Gamis yang melekat dengan kulit beliau,” jawabku. “Kami tidak akan merisaukanmu, tapi basahi gamis ini dengan air, lalu berikan kepadaku air itu untuk bertabarruk dengannya,” kata beliau. 

BERTABARRUK DENGAN BENDA MATI 

Bertabarruk terkadang bisa dilakukan dengan benda mati yang pernah dipakai atau disentuh orang saleh sebagaimana kisah Bani Israil, mereka selalu menang dalam peperangan berkat tabut di tangan mereka. Hal ini dijelaskan
 Ibnu Katsir dalam kitabnya al-Bidayah wan-Nihayah juz 2 hal 6

 : قال ابن جرير : وكانوا إذا قاتلوا أحدا من الاعداء يكون معهم تابوت الميثاق الذي كان في قبة الزمان كما تقدم ذكره فكانوا ينصرون ببركته وبما جعل الله فيه من السكينة والبقية مما ترك آل موسى وآل هارون 

Berkata Imam Ibnu Jarir: “Bani Israil jika berperang dengan para musuhnya selalu membawa tabut yang ada di qubah zaman, mereka selalu mendapat pertolongan dan kemenangan dengan berkat Tabut itu dan dengan apa yang Allah jadikan di dalamnya berupa ketentraman dan warisan yang ditinggalkan oleh keluarga Musa a.s. dan keluarga Harun a.s.” Berkata Imam al-Baghawi dalam tafsirnya saat menafsiri firman Allah berikut:

 { وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ } 
“Dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun

.” يعني موسى وهارون أنفسهما كان فيه لوحان من التوراة ورضاض الألواح التي تكسرت وكان فيه عصا موسى ونعلاه وعمامة هارون وعصاه وقفيز من المن الذي كان ينزل على بني إسرائيل، فكان التابوت عند بني إسرائيل وكانوا إذا اختلفوا في شيء تكلم وحكم بينهم وإذا حضروا القتال قدموه بين أيديهم فيستفتحون به على عدوهم 

Peninggalan Musa dan Harun berupa dua papan Taurat, pecahan papan, tongkat dan sandal Nabin Musa, imamah dan tongkat Nabi Harun, serta satu keranjang dari Manna yang diturunkan kepada Bani israil.” .Selain itu, jika di Bani Israil ada permasalahan, maka tabut itu -dengan kehendak Allah- berbicara dan menjadi hakim diantara mereka. Jika berperang mereka letakkan tabut di depan mereka dan mereka pun mendapatkan kemenangan atas musuh mereka” 

(Lihat Tafsir al-Baghawi juz 1 hal. 667) 

Dari paparan keterangan di atas kita bisa menyimpulkan bahwa bertabarruk sangat dianjurkan guna meraih kebaikan dunia dan akhirat. Berkah bukanlah pepesan kosong belaka, namun benar-benar ada dan bisa kita rasakan. Jangan sekali-kali mengingkari manfaat tabarruk. Ingatlah satu peristiwa yang terjadi di zaman kekhalifahan Sayidina Utsman bin Affan yang diriwayatkan Qadi ‘Iyad dalam kitab asy-Syifa’ . Ketika itu seorang bernama Jihja al-Ghiffari mengambil tongkat Nabi SAW dari tangan Utsman bin Affan. Jihja kemudian berusaha mematahkan tongkat itu dengan lututnya. Upaya itu gagal. Malah kaki Jihjah belakangan mengalami infeksi pada bagian lutut dan harus diamputasi. Dan ia pun akhirnya mati sebelum akhir tahun itu. Sungguh fatal akibat dari perbuatan Jihja itu. Bagaimana pula dengan perbuatan-perbuatan mereka yang telah membumihanguskan peninggalan-peninggalan Rasulullah SAW? 

Sumber : FORSAN SALAF
ReAD LAgI GaN

Kenalilah Akidahmu (Habib Munzir)

ReAD LAgI GaN

Jumat, 13 April 2012

YA IMMAMARUSLI

ReAD LAgI GaN

Shalat Dengan Dua Bahasa

Hukum Shalat Dengan Dua Bahasa 
Dalam edisi 16 Mei 2005 M media cetak SURYA halaman 03 rubrik NASIONAL memuat bahwa di pondok I'tikaf Jama'ah ngaji lelaki Jl. Sumber Waras Timur Kecamatan Lawang Kabupaten Malang pimpinan bapak M. Yusman Roy (seorang mu'allaf yang mulai mendalami ajarannya sejak 1997) telah lama melakukan praktek sholat Bilingual (Arab-Indonesia) dengan tujuan agar bacaan imam dalam sholat berjama'ah dapat dipahami oleh para ma'mumnya dengan berpedoman pada QS. Ibrohim (14:4) beliau dan para pengikutnya melakukan sholat dengan membaca fatihah sebagaimana biasa kemudian dilanjutkan dengan membaca terjemahnya dalam bahasa Indonesia. 
Kasus ini mendapat tanggapan KH. Abdurrohman Wahid (Gus Dur) menurut beliau. Sholat dengan bahasa non Arab secara Fiqh diperbolehkan. Yang harus berbahasa Arab itu hanya al-Qur'annya saja sedangkan sholatnya sendiri tidak ada keharusan berbahasa Arab. Kecuali apabila memang total keseluruhan berbahasa non Arab. Tak kalah menariknya sebelum Gus Dur berpendapat ternyata MUI telah menegaskan bahwa sholatnya M. Yusman Roy Dkk. Adalah ajaran sesat yang ternyata juga senada dengan komentar KH. Said Aqil Siradj (ketua PBNU) yang menilai bahwa cara sholat yang demikian adalah melanggar al-Qur'an karena hal itu bersifat qoth'iy sebagaimana tata cara dalam haji dan beberapa ritual Islam lainnya. PP. HM PUTRA AL-MAHRUSIYAH LIRBOYO KEDIRI 
Pertanyaan:
 a. Sahkah praktek sholat M. Yusman Roy Dkk, menurut tinjauan Fiqh ? 
        Jawab: a. Tidak sah. 
Ta'bir:
 مسئلة ترجمة القرآن ص 29 أما لو اعتاد قراءة القرآن أو كتب المصحف بالفارسية يمنع اشد المنع حتى قال الفضلى من تعمد ذلك يكون زنديقا يعني سواء كان من اعتاد القراءة بالفارسية أو كتب مصحفا مصحفا فارسيا متهما بشيء أو غير متهم فاهما بالعربية أو غير فاهم وسواء كانت قراءته في الصلاة أو خارجها فالجواز في كلام الفقهاء على قول أبي حنيفة المرجوع عنه مقصور على قراءة غير المتهم في الصلاة كلمة أو أكثر من كلمة بالفارسية أما قراءة الفارسية فممنوع مطلقا أشد المنع للمتهم وغيره الفاهم العربية و غيره للمصلي وغيره ومن أقوال الأستاذ التى لا يلتئم ظهرها مع بطنها قوله عن نفسه أنه لا يرجح بقاء الإمام أبي حنيفة على قوله الذي روي رجوعه عنه في جواز قراءة القادر على العربية بالفارسية في الصلاة في التبيان في آداب حملة القرأن ص 66 (دار الفكر) مانصه: حكم قراءة القرآن بغير العربية : لاتجوز قراءة القرآن بالعجمية سواء أحسن العربية أو لم يحسنها سواء كان في الصلاة أم في غيرها ، فإذا قرأ بها في الصلاة لم تصح صلاته ، هذا مذهبنا ومذهب مالك وأحمد وداود وأبو بكر بن المنذر. وقال أبو حنيفة : يجوز ذلك وتصح به الصلاة . وقال أبو يوسف ومحمد يجوز ذلك لمن لم يحسن العربية ، ولا يجوز لمن يحسنها. في مناهل العرفان 2/160 (دار الفكر) مانصه : حكم قراءة الترجمة والصلاة بها . تكاد كلمة الفقهاء تتفق على منع قراءة ترجمة القرآن بأي لغة كانت فارسية أو غيرها ، وسواء أكانت قراءة هذا الترجمة في صلاة أم في غير صلاة. لو لا خلاف واضطراب في بعض نقول الحنفية. وأليك نبذا من أقوال الفقهاء على اختلاف مذاهبهم ، تتنور بها في ذلك. مذهب الشافعية : 1- قال في المجموع (ص 379 ج 3) : مذهبنا –أي الشافعية- أنه لاتجوز قراءة القرآن بغير لسان العرب ، وسواء أمكنته العربية أم عجز عنها ، وسواء كان في الصلاة أم في غيرها. فإن أتى بترجمته في صلاة بدلا عنها لم تصح صلاته ، سواء أحسن القراءة أم لا . وبه قال جماهير العلماء ، منهم مالك وأحمد وأبوداود. 2- وقال الزركشي في البحر المحيط : لاتجوز ترجمة القرآن بالفارسية ولا بغيرها بل تجب قراءته على الهيئة التى يتعلق بها الإعجاز لتقصير الترجمة عنه ولتقصير غيره من الألسن عن البيان الذي خص به دون سائر الألسن. 3- وجاء في حاشية ترشيح المستفيدين (ص 52 ج 1) : من جهل الفاتحة لاتجوز له أن يترجم عنها لقوله تعالى : إنا أنزلناه قرآنا عربيا. والعجمي ليس كذلك. وللتعبد بألفاظ القرآن. 4- وجاء في الإتقان للسيوطي : تجوز قراءة القرآن بالمعنى لأن جبريل أداه باللفظ ولم يبح له إيحاؤه بالمعنى. مذهب المالكية 1- جاء في حاشية الدسوقي على شرح الدردير للمالكية (ص 232-236 ج 1) لاتجوز قراءة القرآن بغير العربية بل لايجوز التكبير في الصلاة بغيرها ولا بمرادفه من العربية. فإن عجز عن النطق بالفاتحة بالعربية وجب عليه أن يأتم بمن يحسنها . فإن أمكنه الإئتمام ولم يأتم بطلت صلاته . وإن لم يجد إماما سقطت عنه الفاتحة وذكر الله تعالى وسبحه بالعربية وقالوا : على كل مكلف أن يتعلم الفاتحة بالعربية وأن يبذل وسعه في ذلك ويجهد نفسه في تعلمها وما زاد عليها إلا أن يحول الموت دون ذلك وهو بحال الإجتهاد فيعذر. 2- وجاء فى المدونة (ص 62 ج 1) : سألت إبن القاسم عمن افتتح الصلاة بالأعجمية وهو لا يعرف العربية : ما قول مالك فيه ؟ فقال : سئل مالك عن الرجل يحلف بالعجمية فكره ذلك وقال : أما يقرأ ؟ أما يصلي ؟ إنكارا لذلك. أي ليتكلم بالعربية لا بالعجمية. قال : وما يدريه الذي قال ، أهو كما قال ؟ أي الذي حلف به أنه هو الله ، ما يدريه أنه هو أم لا . قال : قال مالك : أكره أن يدعو الرجل بالعجمية في الصلاة ولقد رأيت مالكا يكره العجمي أن يحلف ويستثقله. قال إبن القاسم : وأخبرني مالك أن عمر ابن الخطاب رضي الله عنه نهى عن رطانة الأعاجم ، وقال : إنها خب أي خبث وغش. مذهب الحنابلة 1- قال في المغني (ص 526 ج 1) : ولا تجزئه القراءة بغير العربية ولا إبدال لفظ عربي ، سواء أحسن القراءة بالعربية أم لم يحسن. ثم قال : فإن لم يحسن القراءة بالعربية لزمه التعلم فإن لم يفعل مع القدرة عليه لم تصح صلاته. 2- وقال إبن حزم الحنبلي في كتابه المحلى (ص 254 ج 3) من قرأ أم القرآن أو شيئا منها أو شيئا من القرآن في صلاته مترجما بغير العربية أو بألفاظ عربية غير الألفاظ التى أنزل الله تعالى عامدا لذلك أو قدم كلمة أو أخرها عامدا لذلك ، بطلت صلاته ، وهو فاسق لأن الله تعالى قال : قرآنا عربيا ، وغير العربي ليس عربيا ، فليس قرآنا ، وإحالة عربية القرآن تحريف لكلام الله. وقد ذم الله تعالى من فعلوا ذلك فقال : يحرفون الكلم عن مواضعه. ومن كان لا يحسن العربية فليذكر الله تعالى بلغته لقوله تعالى : لا يكلف الله نفسا إلا وسعها. ولا يحل له أن يقرأ أم القرآن ولا شيئا من القرآن مترجما على أنه الذي افترض عليه أن يقرأه ، لأنه غير الذي افترض عليه كما ذكرنا ، فيكون مفتريا على الله. مذهب الحنفية اختلفت نقول الحنفيه في هذا المقام واضطرب النقل بنوع خاص عن الإمام ونحن نختصر لك الطريق بإيراد كلمة فيها تلخيص للموضوع وتوفيق بين النقول ، إقتطفناها من مجلة الأزهر (ص 32 و 33 و 66-67 من المجلد الثالث) بقلم عالم كبير من علماء الأحناف إذ جاء فيها باختصار وتصرف ما يلي : أجمع الأئمة على أنه لا تجوز قراءة القرآن بغير العربية خارج الصلاة . ويمنع فاعل ذلك أشد المنع ، لأن قراءته بغيرها من قبيل التصرف في قراءة القرآن بما يخرجه عن إعجازه ، بل بما يوجب الركاكة. وأما القراءة في الصلاة بغير العربية فتحرم إجماعا للمعنى المتقدم لكن لو فرض وقرأ المصلي بغير العربية ، أتصح صلاته أم تفسد ؟ ذكر الحنفيه في كتبهم أن الإمام أبا حبيفة كان يقول أولا : إذا قرأ المصلي بغير العربية مع قدرته عليها اكتفى ببلك القراءة . ثم رجع عن ذلك وقال : (متى كان قادرا على العربية ففرضه قراءة النظم العربي . ولو قرأ بغيرها فسدت صلاته لخلوها من القراءة مع قدرته عليها والإتيان بما هو من جنس كلام الناس حيث لم يكن المقروء قرآنا ).ورواية رجوع الإمام هذه تعزى الى الأقطاب في المذهب ومنهم نوح بن مريم ، وهو من أصحاب أبي حنيفة ومنهم علي بن الجعد وهو من أصحاب أبي يوسف ومنهم أبو بكر الرازي وهو شيخ علماء الحنفيه في عصره بالقرن الرابع. ولا يخفى أن المجتهد إذا رجع عن قوله لايعد ذلك المرجوع عنه قولا له ، لأنه لم يرجع عنه إلا بعد أن ظهر له أنه ليس بصواب وحينئذ لايكون في مذهب الحنفية قول بكفاية القراءة بغير العربية في الصلاة للقادر عليها فلا يصح التمسك به ، ولاالنظر اليه ، لا سيما أن إجماع الأئمة –ومنهم أبو حبيفة- صريح في أن القرآن إسم للفظ المخصوص الدال على المعنى ، لا للمعنى وحده. أما العاجز عن قراءة القرآن بالعربية فهو كالأمي في أنه لا قراءة عليه. ولكن إذا فرض أنه خالف وأدى القرآن بلغة أخرى ، فإن كان ما يؤديه قصة أو أمرا أو نهيا فسدت صلاته لأنه متكلم بكلام وليس ذكرا . وإن كان ما يؤديه ذكرا أو تنزيها لاتفسد صلاته ، لأن الذكر بأي لسان لا يفسد الصلاة لا لأن القراءة بترجمة القرآن جائزة ، فقد مضى القول بأن القراءة بالترجمة محظروة شرعا على كل حال. في فتح القدير 1/289-290 (دار الكتب العلمية) مانصه : ( فإن افتتح الصلاة بالفارسية أو قرأ فيها بالفارسية أو ذبح وسمى بالفارسية وهو يحسن العربية أجزأه عند أبي حنيفة رحمه الله . وقالا : لا يجزئه إلا في الذبيحة وإن لم يحسن العربية أجزأه ) أما الكلام في الافتتاح فمحمد مع أبي حنيفة في العربية ومع أبي يوسف في الفارسية لأن لغة العرب لها من المزية ما ليس لغيرها . وأما الكلام في القراءة فوجه قولهما أن القرآن اسم لمنظوم عربي كما نطق به النص , إلا أن عند العجز يكتفى بالمعنى كالإيماء , بخلاف التسمية لأن الذكر يحصل بكل لسان . ولأبي حنيفة رحمه الله قوله تعالى { وإنه لفي زبر الأولين } ولم يكن فيها بهذه اللغة , ولهذا يجوز عند العجز إلا أنه يصير مسيئا لمخالفته السنة المتوارثة , ويجوز بأي لسان كان سوى الفارسية هو الصحيح لما تلونا , والمعنى لا يختلف باختلاف اللغات والخلاف في الاعتداد , ولا خلاف في أنه لا فساد , ويروى رجوعه في أصل المسألة إلى قولهما وعليه الاعتماد , والخطبة والتشهد على هذا الاختلاف , وفي الأذان يعتبر التعارف. ( قوله فمحمد مع أبي حنيفة في العربية ) فيجوز عنده بكل ما أفاد التعظيم : بعد كونه عربيا , ومع أبي يوسف في الفارسية فلا يجوز بها الافتتاح . وجه الفرق له ما ذكر بأن لغة العرب لها من المزية ما ليس لغيرها فلا يلزم من الجواز بها الجواز بغيرها وهو يقول الذكر المفيد للتعظيم يحصل بخداى بزركست كما يحصل بقوله الله أكبر الواجب ( قوله كما نطق به النص ) يعني قوله تعالى { قرآنا عربيا غير ذي عوج } وغيره , فالفرض قراءة القرآن وهو عربي فالفرض العربي ( قوله ولم يكن فيها بهذه اللغة ) يتضمن منع أخذ العربية في مفهوم القرآن ولذا قال تعالى { ولو جعلناه قرآنا أعجميا } . فإنه يستلزم تسميته قرآنا أيضا لو كان أعجميا . والحق أن قرآنا المنكر لم يعهد فيه نقل عن المفهوم اللغوي فيتناول كل مقروء . أما القرآن باللام فالمفهوم منه العربي في عرف الشرع وإن أطلق المعنى المجرد القائم بالذات أيضا المنافي للسكوت والآفة , والمطلوب بقوله { فاقرءوا ما تيسر من القرآن } الثاني . فإن قيل النظم مقصود للإعجاز وحالة الصلاة المقصود من القرآن فيها المناجاة لا الإعجاز فلا يكون النظم لازما فيها , تسلط عليه أنه معارضة للنص بالمعنى فإن النص طلب بالعربي وهذا التعليل يجيزه بغيرها , ولا بعد أن يتعلق جواز الصلاة في شريعة النبي صلى الله عليه وسلم الآتي بالنظم المعجز بقراءة ذلك المعجز بعينه بين يدي الرب تعالى فلذا كان الحق رجوعه إلى قولهما في المسألة ( قوله وهو الصحيح ) احتراز عن تخصيص البردعي وقول أبي حنيفة بالفارسية ( قوله ولا خلاف أنه لا فساد ) مخالف لما ذكر الإمام نجم الدين النسفي والقاضي فخر الدين أنها تفسد عندهما . والوجه إذا كان المقروء من مكان القصص والأمر والنهي أن يفسد بمجرد قراءته لأنه حينئذ متكلم بكلام غير القرآن , بخلاف ما إذا كان ذكرا أو تنزيها فإنما تفسد إذا اقتصر على ذلك بسبب إخلاء الصلاة عن القراءة , ولو قرأ بقراءة شاذة لا تفسد صلاته ذكره في الكافي . وفيه إن اعتاد القراءة بالفارسية أو أراد أن يكتب مصحفا بها يمنع وإن فعل في آية أو آيتين لا , فإن كتب القرآن وتفسير كل حرف وترجمته جاز ( قوله على هذا الخلاف ) فعنده يجوز بالفارسية وعندهما لا إلا بالعربية ( قوله يعتبر التعارف ) فإن بالمتعارف يحصل الإعلام . في تحقيق بدائع الصنائع 1/529 (دار الكتب العلمية) مانصه : وأقول لا يجوز قراءة القرآن بالعجمية مطلقا سواء أحسن العربية أم لا . في الصلاة أم خارجها وعن أبي حنيفة أنه يجوز مطلقا وعن أبي يوسف ومحمد لمن لا يحسن العربية لكن في شرح البزدوي أن أبا حنيفة رجع عن ذلك أقول نعما صنع الإمام أبو حنيفة حينما رجع عن ذلك والرجوع إلى الحق فضيلة وهو اللائق بالإمام الجليل ووجه المنع وعدم الجواز أنه يذهب إعجازه المقصود منه والذي هو من أخص خصائص القرآن والله سبحانه الذي وحد المسلمين تحت راية القرآن يجب أن تتوحد ألسنتهم بلغة القرآن اللغة العربية الشريفة ولو جوزنا ذلك لغات هذا الغرض الشريف وإلى المنع ذهب الإمام القفال من الشافعية وكان يقول إن القراءة بالفارسية لا تتصور فقيل له فإذا لا يقدر أحد أن يفسر القرآن فقال ليس كذلك لأن المفسر يجوز أن يأتي ببعض مراد الله ويعجز عن البعض ما إذا أراد أن يقرأه بالفارسية فلا يمكن أن يأتي بجميع مراد الله تعالى لأن الترجمة إبدال لفظه بلفظ تقوم مقامه وذلك غير ممكن بخلاف التفسير أقول وما ذكره القفال هو الحق الذي يجب أن يفتي به فالترجمة الحرفية للقرآن غير ممكن أما الترجمة التفسيرية أو إن شئت الدقة فقل ترجمة تفسيره فهي ممكنة وجائزة ينظر المدخل لدراسة القرآن الكريم في الفقه الإسلامي 2/840 (دار الفكر) مانصه : وقد أجمع الفقهاء على أنه لا تجزيء القراءة بغير العربية ولا الإبدال بلفظها لفظا عربيا آخر سواء أحسن قراءتها بغير العربية أو لم يحسن لقوله تعالى قرآنا عربيا (يوسف 12/2) وقوله سبحانه بلسان عربي مبين الشعراء (26/195) ولأن القرآن معجزة بلفظه ومعناه فإذا غير خرج عن نظمه فلم يكن قرآنا ولا مثله وإنما يكون تفسيرا له والتفسير غير مفسر وليس مثل القرآن المغجز المتحدى بالإتيان بسورة مثله لكن أجاز بعض الحنفية لعاجز عن القراءة بالعربية أن يقرأ الفاتحة بغير العربية والتأمين عند الحنابلة وغيرهم سنة للإمام والمأموم للأحاديث السابقة ويسن عند الحنابلة كالشافعية أن يجهر الإمام والمأموم بالتأمين فيما يجهر فيه بالقراءة ويخفيه فيما يخفى فيه القراءة . وفي تحقيقه مانصه : ثيت عن أبي حنيفة أنه رجع عن القول بجواز القراءة بغير العربية ولم يعمل بقوله السابق أحد من مقلديه أو من غيرهم. وفي المجموع 4/442-443 ( دار الكتب العلمية ) ( الشرح ) قال أصحابنا : إذا أتى في أثناء الفاتحة بما ندب إليه لمصلحة الصلاة مما يتعلق بها كتأمين المأموم وسجوده معه لتلاوته وفتحه عليه القراءة وسؤاله الرحمة عند قراءة آيتها والاستعاذة من العذاب عند قراءة آيته ونحو ذلك فهل تنقطع موالاة الفاتحة ؟ ( فيه وجهان ) مشهوران ( أصحهما ) لا ينقطع بل يبنى عليها وتجزيه وبهذا قال أبو علي الطبري والقفال والقاضي أبو الطيب وأبو الحسن الواحدي في تفسيره البسيط , وصححه الغزالي والشاشي والرافعي وغيرهم : ( والثاني ) تنقطع فيجب استئناف الفاتحة وهو قول الشيخ أبي حامد والمحاملي والبندنيجي وصححه صاحب التتمة , ولا يطرد الوجهان في كل مندوب , فلو أجاب المؤذن في أثناء الفاتحة أو عطس فقال : الحمد لله أو فتح القراءة على غير إمامه أو سبح لمن استأذن عليه أو نحوه انقطعت الموالاة بلا خلاف صرح به البغوي والأصحاب قالوا : وإنما الوجهان في ذكر متعلق بالصلاة لمصليها , وظاهر كلام المصنف أن السؤال في آية الرحمة والعذاب لا يقطع الموالاة وجها واحدا ولا يجري فيه الوجهان في التأمين . وليس هو كما قال , بل الوجهان في السؤال عند آية الرحمة والاستعاذة لآية العذاب مشهوران صرح بهما الشيخ أبو محمد الجويني وولده إمام الحرمين والغزالي وصاحب التهذيب وآخرون لا يحصرون 

 JADI :
 b. Apabila sah apakah fatwa MUI dan pendapat KH. Said Aqil Siradj (ketua PBNU) salah dan menyesatkan? dan seandainya tidak sah bagaimana pula dengan keabsahan pendapat Gus Dur? 
 Jawab: b. Pendapat gus Dur adalah salah. 

Ta'bir: b. Idem 

Pesantren Besuk, Pasuruan
ReAD LAgI GaN

Karomah Habib Munzir Al Musawwa

Cerita dari Jamaah Majelis Rasulullah tentang Karomah Habib Munzir Al Musawwa 
 dari milist MajelisRasulullah
 majelisrasulullah@yahoogroups.com 

 1.Ketika ada orang yang iseng bertanya padanya, “Wahai habib, bukankah Rasul SAW juga punya rumah walau sederhana?” Beliau tertegun dan menangis, beliau berkata, “Iya betul, tapikan Rasul SAW juga tidak beli tanah. Beliau diberi tanah oleh Kaum Anshar, lalu bersama sama membangun rumah. Saya takut dipertanyakan Allah kalau ada orang muslim yang masih berumahkan koran di pinggir jalan dan digusur-gusur, sedangkan bumi menyaksikan saya tenang-tenang di rumah saya. 

2.” Pernah ada seorang wali besar di Tarim, guru dari Guru Mulia Almusnid Alhabib Umar bin Hafidh, namanya Hb Abdulqadir Almasyhur. Ketika Hb Munzir datang menjumpainya, maka habib itu yg sudah tua renta langsung menangis dan berkata: WAHAI MUHAMMAD…! (SAW)” Maka Hb Munzir berkata, “Saya Munzir, nama saya bukan Muhammad. Maka habib itu berkata, “ENGKAU MUHAMMAD SAW…! ENGKAU MUHAMMAD SAW!” Maka Hb Munzir diam…. Lalu ketika Al Habib Umar bin Hafidh datang maka segera Alhabib Abdulqadir Almasyhur berkata, “Wahai Umar, inilah Maula Jawa (Tuan Penguasa Pulau Jawa).” Maka Alhabib Umar bin Hafidh hanya senyam-senyum. (Kalo ga percaya boleh tanya pada alumni pertama DM). *DM= Darul Musthofa, Tarim Hadramaut Yaman, pesantrennya Habib Umar bin Hafidz. 

3  Lihat kemanapun beliau pergi pasti disambut tangis ummat dan cinta. Bahkan sampai ke pedalaman Irian, ongkos sendiri, masuk ke daerah yg sudah ratusan tahun belum dijamah para da’i. Ratusan orang yang sudah masuk islam ditangannya. Banyak orang bermimpi Rasul SAW selalu hadir di majelisnya. Bahkan ada orang wanita dari Australia yang selalu mimpi Rasul saw. Ia sudah bai’at dengan banyak thariqah dan 10 tahun ia tak lagi bisa melihat Rasul saw entah kenapa. Namun ketika ia hadir di Majelis Hb Munzir di Masjid almunawar, ia bisa melihat lagi Rasulullah saw. Maka berkata orang itu, “Sungguh habib yang satu ini adalah syeikh futuh ku. Dia membuka hijabku tanpa ia mengenalku, dia benar benar dicintai oleh Rasul saw.” Kabar itu disampaikan pada Hb Munzir dan beliau hanya menunduk malu.

 4. Beliau itu masyhur dalam dakwah syariah, namun mastur (menyembunyikan diri) dalam keluasan haqiqah dan makrifahnya. Bukan orang yang sembarangan mengobral mimpi dan perjumpaan gaibnya ke khalayak umum. 

 5. Ketika orang ramai minta agar Hb Umar Maulakhela didoakan karena sakit, maka beliau tenanh-tenang saja dan berkata, “Hb Nofel bin Jindan yg akan wafat, dan Hb Umar Maulakhela masih panjang usianya.” Benar saja, keesokan harinya Hb Nofel bin Jindan wafat, dan Hb Umar Maulakhela sembuh dan keluar dari opname. Itu beberapa tahun yang lalu. 

 6. Ketika Hb Anis Alhabsyi Solo sakit keras dan dalam keadaan kritis, orang-orang mendesak Hb Munzir untuk menyambangi dan mendoakan Hb Anis. Maka beliau berkata pada orang-orang dekatnya, “Hb Anis akan sembuh dan keluar dari opname, Insya Allah kira kira masih sebulan lagi usia beliau. ” Betul saja, Hb Anis sembuh, dan sebulan kemudian wafat. Ketika gunung Papandayan bergolak dan sudah dinaikkan posisinya dari siaga 1 menjadi “awas”, maka Hb Munzir dengan santai berangkat ke sana. Sampai ke ujung kawah, berdoa, dan melemparkan jubahnya ke kawah. Kawah itu reda hingga kini dan kejadian itu adalah 7 tahun yang lalu (VCD nya disimpan di markas dan dilarang disebarkan) 

 7. Demikian pula ketika beliau masuk ke wilayah Beji Depok yang terkenal dengan sihir dan dukun dukun jahatnya. Maka selesai acara Hb Munzir malam itu, keesokan harinya seorang dukun mendatangi panitia. Ia berkata, “Saya ingin jumpa dengan tuan guru yang semalam buat maulid di sini! ” Semua masyarakat kaget, karena dia dukun jahat dan tak pernah shalat dan tak mau dekat dengan ulama dan sangat ditakuti. Ketika ditanya, “Kenapa?” Ia berkata, “Saya mempunyai 4 Jin khodam, semalam mereka lenyap. Lalu subuh tadi saya lihat mereka (jin-jin khodam itu) sudah pakai baju putih dan sorban, dan sudah masuk islam. Ketika kutanya, ‘kenapa kalian masuk islam dan jadi begini?’. Maka jin-jin ku berkata, ‘Apakah juragan tidak tahu?’ Semalam ada Kanjeng Rasulullah saw hadir di acara Hb Munzir, kami masuk Islam!’” 

8  Kejadian serupa di Beji Depok seorang dukun yang mempunyai dua ekor macan jadi-jadian yang menjaga rumahnya. Malam itu macan jejadiannya hilang. Ia mencarinya, ia menemukan kedua macan jadiwww. jadian itu sedang duduk bersimpuh di depan pintu masjid mendengarkan ceramah hb munzir.

 9 Demikian pula ketika berapa muridnya berangkat ke Kuningan Cirebon, daerah yang terkenal ahli santet dan jago-jago sihirnya. Maka Hb Munzir menepuk bahu muridnya dan berkata, “Ma’annabiy!, berangkatlah, Rasul saw bersama kalian.” Maka saat mereka membaca maulid, tiba-tiba terjadi angin ribut yang mengguncang rumah itu dengan dahsyat. Lalu mereka minta kepada Allah perlindungan dan teringat Hb Munzir dalam hatinya, tiba-tiba angin ribut reda, dan mereka semua mencium minyak wangi Hb Munzir yang seakan lewat di hadapan mereka, dan terdengarlah ledakan bola-bola api di luar rumah yang tak bisa masuk ke rumah itu. Ketika mereka pulang mereka cerita kepada Hb Munzir, beliau hanya senyum dan menunduk malu.

10.Demikian pula pedande-pandande Bali, ketika Hb Munzir kunjung ke Bali , maka berkata muslimin disana, “Habib, semua hotel penuh, kami tempatkan Hb di tempat yang dekat dengan kediaman Raja Leak (raja dukun leak) di Bali. ” Maka Hb Munzir senyum-senyum saja. Keesokan harinya Raja Leak itu berkata, “Saya mencium wangi Raja dari Pulau Jawa ada disekitar sini semalam.”

11 Demikian pula ketika Hb Munzir dicaci maki dengan sebutan “Munzir Ghulam Ahmad” Karena ia tidak mau ikut demo anti Ahmadiyah. Beliau tetap senyum dan bersabar, beliau memilih jalan damai dan membenahi ummat dengan kedamaian dari pada kekerasan dan beliau sudah memaafkan pencaci itu sebelum orang itu minta maaf padanya. Bahkan menginstruksikan agar jamaahnya jangan ada yang mengganggu pencaci itu. Kemarin beberapa minggu yang lalu di acara al Makmur Tebet Hb Munzir malah duduk berdampingan dengan si pencaci itu. Ia tetap ramah dan sesekali bercanda dengan da’i yang mencacinya sebagai murtad dan pengikut Ahmadiyah. mudah - mudahan bermanfaat, dan menambah keyakinan kita, karna habib munzir hanyalah salah satu dari ahlul bait rosululloh, yang jika kita buka lagi... buka lagi..... akan ada samudera ilmu tanpa batas hanya dari para ahlul bait..........
ReAD LAgI GaN

Kamis, 12 April 2012

Habib Munzir

Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa atau lebih dikenal dengan Munzir bin Fuad bin Abdurrahman Almusawa
 (lahir di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, 23 Februari 1973; umur 39 tahun - 19 Muharram 1393 H) adalah pimpinan Majelis Rasulullah. Ia merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Fuad bin Abdurrahman Al-Musawa dan Rahmah binti Hasyim Al-Musawa. Ayahnya bernama Fuad yang lahir di Palembang dan dibesarkan di Mekkah. 
Setelah lulus pendidikan jurnalistik di New York University, Amerika Serikat, ayahnya kemudian bekerja sebagai seorang wartawan di harian 'Berita Yudha' yang lalu menjadi Berita buana. Masa kecilnya dihabiskan di daerah Cipanas, Jawa barat bersama-sama saudara-saudaranya, Ramzi, Nabiel Al-Musawa, serta Lulu Musawa. Ayahnya meninggal dunia tahun 1996 dan dimakamkan di Cipanas, Jawa Barat.[1] Setelah beliau menyelesaikan sekolah menengah atas, beliau mulai mendalami Ilmu Syariah Islam di Ma’had Assaqafah Al Habib Abdurrahman Assegaf di Bukit Duri Jakarta Selatan, lalu mengambil kursus bahasa arab di LPBA Assalafy Jakarta timur. Ia memperdalam lagi Ilmu Syari’ah Islamiyah di Ma’had Al Khairat, Bekasi Timur, yang kemudian diteruskan ke Ma’had Darul Musthafa di pesantren Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Syech abubakar bin Salim di Tarim Hadhramaut Yaman pada tahun 1994 untuk mendalami bidang syari'ah selama empat tahun. Di sana beliau mendalami ilmu fiqh, ilmu tafsir Al Qur'an, ilmu hadits, ilmu sejarah, ilmu tauhid, ilmu tasawwuf, mahabbaturrasul, ilmu dakwah, dan ilmu ilmu syariah lainnya. Habib Munzir Al-Musawa kembali ke Indonesia pada tahun 1998, dan mulai berdakwah dengan mengunjungi rumah-rumah, duduk dan bercengkerama dg mereka, memberi mereka jalan keluar dalam segala permasalahan, lalu atas permintaan mereka maka mulailah Habib Munzir membuka majlis, jumlah hadirin sekitar enam orang, beliau terus berdakwah dengan meyebarkan kelembutan Allah swt, yang membuat hati pendengar sejuk, beliau tidak mencampuri urusan politik, dan selalu mengajarkan 
tujuan utama kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah swt, bukan berarti harus duduk berdzikir sehari penuh tanpa bekerja dll, tapi justru mewarnai semua gerak gerik kita dengan kehidupan yang Nabawiy, kalau dia ahli politik, maka ia ahli politik yang Nabawiy, kalau konglomerat, maka dia konglomerat yang Nabawiy, pejabat yang Nabawiy, pedagang yang Nabawiy, petani yang Nabawiy, betapa indahnya keadaan ummat apabila seluruh lapisan masyarakat adalah terwarnai dengan kenabawian, sehingga antara golongan miskin, golongan kaya, partai politik, pejabat pemerintahan terjalin persatuan dalam kenabawiyan, inilah Dakwah Nabi Muhammad saw yang hakiki, masing masing dg kesibukannya tapi hati mereka bergabung dg satu kemuliaan, inilah tujuan Nabi saw diutus, untuk membawa rahmat bagi sekalian alam. 
Majelisnya mengalami pasang surut, awal berdakwah ia memakai kendaraan umum turun naik bus, menggunakan jubah dan surban, serta membawa kitab-kitab. Tak jarang beliau mendapat cemoohan dari orang-orang sekitar. Beliau bahkan pernah tidur di emperan toko ketika mencari murid dan berdakwah. Kini majlis taklim yang diasuhnya setiap malam selasa di Masjid Al-Munawar Pancoran Jakarta Selatan, yang dulu hanya dihadiri tiga sampai enam orang, sudah berjumlah sekitar 30.000 hadirin setiap malam selasa, Habib Munzir sudah membuka puluhan majlis taklim di seputar Jakarta dan sekitarnya, beliau juga membuka majelis di rumahnya setiap malam jum’at bertempat di jalan kemiri cidodol kebayoran. Nama Rasulullah SAW sengaja digunakan untuk nama Majelisnya yaitu “Majelis Rasulullah SAW”, agar apa-apa yang dicita-citakan oleh majelis taklim ini tercapai. Sebab beliau berharap, semua jamaahnya bisa meniru dan mencontoh Rasulullah SAW dan menjadikannya sebagai panutan hidup. Habib Munzir juga rutin melakukan takbir akbar di Istiqlal atau Senayan yang sering dihadiri para pimpinan tertinggi negara Indonesia. Munzir memiliki dua putera dari isterinya.

SUMBER : Wikipedia
ReAD LAgI GaN

Rabu, 11 April 2012

PUASA

Pengertian Puasa.
Puasa merupakan terjemahan dari kata arab siyam dan shaumu . dari segi etimologi atau kebahasaan , puasa berarti ” Manahan diri dari sesuatu atau meninggalkan sesuatu , seperti maninggalkan makan, minum, berbicara, atau aktivitas apapun ”.
Dari segi terminology atau istilah syara’ puasa adalah “ menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan seks, sejak terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari, dengan ( mengharap ) perhitungan Allah, mempersiapkan diri untuk bertaqwa, dengan mendekatkan diri kepada Allah dan mendidik kehendak “ ( Rasyid-Rida, t.t.:143 ). Puasa dalam arti menahan makan dan minum saja telah dikenal oleh umat-umat terdahulu. Hingga kini puasa senantiasa dilakukan orang, kendati dengan motivasi tang berbeda-beda (Shihab, 1992:195 ). Secara lahiriah, puasa adalah ibadah badaniah, tetapi secara batiniah, nilainya terletak pada jiwa pelakunya, yang tentu tidak diketahui kecuali oleh Allah dan lantaran itu pula Allah yang mengetahui kadar ganjarannya. Pengertian puasa yang kongkret dalam islam sebagaimana rumusan di atas itulah yang membedakan antara puasa dalam islam dengan berbagai macam puasa yang berkembang di muka bumi ini, menyadari begitu istimewanya puasa dalam islam, Al-Ghazali menerangkan bahwa puasa adalah seperempat iman; mengingat Sabda Nabi : “ Siyam adalah separuh dari kesabaran “, dan mengingat Sabda Nabi : “ Kesabaran merupakan separuh dari iman” (Ash-Shiddiqi, 1973:55 ). Pada hakekatnya puasa merupakan pendidikan dan latihan kejiwaan agar manusia mampu mengendalikan diri serta mrngarahkan keinginan-keinginan. Pengendalian dan pengarahan ini sangat dibutuhkan oleh manusia, baik pribadi maupun kelompok, karena secara umum jiwa manusia sangat mudah terpengaruh oleh berbagai hal, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kesadaran untuk mengendalikan diri serta tekad yang kuat untuk melawan bisikan atau bujukan yang negatif ( Shihab,1992:198 ). Menurut Al-Qur’an, siyam itu kewajiban universal artinya siyam juga telah di wajibkan kepada umat sebelum Nabi Muhammad SAW.maka inti dari pengertian puasa (siyam ) adalah suatu bentuk ibadah dengan menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh sepanjang hari dari terbit fajar hingga matahari terbenam dengan mengharap ridho dari Allah SWT. (Prof. Dr. Syekh Mahmud Syaltout, 1994:110 ). B. DASAR DISYARIKATKANNYA PUASA Puasa yang menurut para ahli merupakan salah satu bentuk peribadatan yang paling awal dan paling luas tersebar di seluruh umat manusia ini (Masjid, dalam Rahman(ed.), 1994:412), disyariatkan oleh islam dalam bentuk puasa ramadhan sebagai kewajiban sekaligus rukun islam pada tahun kedua Hijriyah atas dasar perintah Al-Qur’an dan sunnah Rasulillah. a) Dasar Al-Qur’an: Allah berfirman: Artinya: “ Wahai orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang –orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Q.S Al-Baqarah (2): 183 b) Dasar As-Sunnah: Hadis dari ibnu umar r.a., ia berkata: “ Orang-orang melihat terbitnya hilal (awal bulan ), lalu saya memberitahukan kapada rasulullah, bahwa saya melihatnya, maka beliau berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa”. (HR. Abu Dawud dan disyahkan oleh Hakimdan Ibnu Hibban) (Asqalani, t.t.:13331). Di samping berdasarkan aturan Al-Qur’an dan sunnah rasul, syariat puasa juga memiliki landasan pemikiran logis sebagai berikut: 
 a. Manusia dalam pandangan Al-Qur’an diciptakan dari tanah dan ruh illahi. Karena manusia berasal dari tanah, ia terdorong untuk memenuhi kebutuhan jasmani, sedangkan unsur ruh illahi mengantarkannya guna memenuhi kebutuhan rohani. Dalam kenyataannya, daya tarik kebutuhaan jasmani lebih kuat disbanding kebutuhan rohani. Manusia muslim ditugaskan oleh Allah untuk menciptakan keseimbangan antara keduanya dan cara yang ditempuh untuk itu adalah dengan menetapkan peraturan-peraturan yang tidak memberatkan sehingga keseimbangan yang dimaksud dapat dicapai. Di antara kewajiban itu adalah kewajiban puasa. 
 b. Kebutuhan naluri itu bertingkat-tingkat, kebutuhan fa’ali, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan berserikat dan sebagainya. Tidak dapat disangkal bahwa kebutuhan fa’ali, yakni makan, minum, dan hubungan seksual, merupakan kebutuhan naluri manusia paling mendasar. Kemampuan manuisa untuk membebaskan diri dari kebutuhan fa’ali, walau dalam batas sementara, menunjukkan kemampuannya untuk mengendalikan terhadap kebutuhan-kebutuhan lain yang justru berada di tingkat bawahnya. Dari sinilah dapat dipahami mengfapa pengendalian diri terhadap kebutuhan fa’ali menjadi syarat syahnya puasa.
 c. Manusia diberi rasa lapar dan dahaga yang bila memuncak tidak dapat dibendung, seperti halnya naluri dorongan seksual. Semuanya itu merupakan alat yang dapat mengantarkannya untuk pemeliharaan diri serta kelanjutan jenisnya. Manusia memiliki keistimewaan, yaitu kebebasan bertindak dan memilih aktivitsnya, termasuk makan, minum, dan berhubungan seks. Kebebasan ini dapat membahayakan diri serta menghambat pelaksanaan fungsi dan peranannya jika tidak diadakan pengaturan atau pengendalian. Kenyataan menunjukan bahwa manusia banyak yang melampaui kadar dalam memenuhi kebutuhan jasmaninya. Dengan demikian, perlu diadakan latihan-latihan guna menghindari terlepasnya kendali dorongan naluri kebutuhan fa’ali, dan inilah yang ditempuh oleh islam dengan syariat puasanya. d) Potensi dan daya manusia sangat terbatas, sehingga jika aktivitas terfokus pada pemenuhhan kebutuhan jasmani, akibatnya ia tidak memiliki daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rohani atau kejiwaan dan penalaran. Kemampuan untuk membatasi siri dari pemenuhan kebutuhan di satu bidang saja amat diperlukan dan itulah sebabnya terdapat aturan puasa dalam islam (Shihab, 1992:195-197 ).
ReAD LAgI GaN

Ijab qabul DENGAN TELEFON

Ijab qabul dalam akad nikah melalui telepon hukumnya tidak sah, sebab tidak ada pertemuan langsung antara orang yang melaksanakan akad nikah.
Dasar hukum Kifayatul Akhyar II/5

(فرع) يُشْتَرَطُ فِى صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَاحِ حُضُورُ أَرْبَعَةٍ: وَلِىٍّ وَزَوْجٍ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ.

 Artinya: (Cabang) dan disyaratkan dalam keabsahan akad nikah hadirnya empat orang ; wali,calon pengantin dan dua orang saksi yang adil. Tuhfatul Habib ala Syarhil Khatib III/335


وَمِمَّاتَرَكَهُ مِنْ شُرُوطِ الشَّاهِدَيْنِ السَّمْعُ وَالبَصَرُ وَالضَبْطُ. (قوله والضبط) أَيْ لألْفَاظِ وَلِىِّ الزَّوْجَةِ وَالزَّوْجِ فَلاَ يَكْفِي سِمَاعُ أَلْفَاظِهِمَا فِي ظُلْمَةٍ لأَنَّ الأصْوَاتِ تَشْبِيْهٌ.

  mendengar, melihat dan (dlobith) membenarkan adalah bagian dari syarat diperkenankannya dua orang saksi. (pernyataan penyusun ‘wa al dlobthu) maksudnya lafadz (pengucapan) dari wali pengantin putri dan pengantin pria, maka tidaklah cukup mendengar lafadz (perkataan) mereka berdua dikegelapan, karena suara itu (mengandung) keserupaan).

SUMBER: ASHABUR-ROYI
ReAD LAgI GaN

ASWAJA

Apa yang dimaksud dengan golongan Ahlussunnah wal jamaah ? Syekh Abu al-Fadl Abdus Syakur As-Senori dalam karyanya “Al-Kawakib al-Laama’ah fi Tahqiqi al-Musamma bi Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah” menyebutkan definisi Ahlussunnah wal jamaah sebagai kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW dan thoriqoh para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh) dan akhlaq batin (tasawwuf). Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani dalam kitabnya, Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq juz I hal 80mendefinisikan Ahlussunnah wal jamaah sebagai berikut “Yang dimaksud dengan assunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan Beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian jamaah adalah segala sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi SAW pada masa empat Khulafa’ur-Rosyidin dan telah diberi hidayah Allah “. Dalam sebuah hadits dinyatakan :
 عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة ، وتفرقت النصارى الى إثنين وسبعين فرقة ، وتفرقت أمتي على ثلاث وسبعين فرقة ، كلها في النار الاّ واحدة ، قالوا : ومن هم يا رسول الله ؟ قال : هم الذي على الذي أنا عليه وأصحابي . رواه أبو داود والترميذي وابن ماجه 

“Dari Abi Hurairah r.a., Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Umat Yahudi terpecah menjadi 71 golongan. Dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua masuk neraka kecuali satu. Berkata para sahabat : “Siapakah mereka wahai Rasulullah?’’ Rasulullah SAW menjawab : “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”. HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah. Jadi inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti tertera dalam teks hadits adalah paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW dan petunjuk para sahabatnya. 

Dalam hadits lain: 

عن عبد الرحمن بن عمرو السلمي أنه سمع العرباض بن سارية قال وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: فعليكم بما عرفتم من سنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين. رواه احمد 

“Dari ‘Abdurrahman bin ‘Amr as-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al- Irbadl bin Sariyah berkata: Rasulullah SAW menasehati kami: kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku dan perilaku al-khulafa’ar-Rosyidin yang mendapat petunjuk.’’ HR.Ahmad. 

Sejak kapan istilah golongan Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) muncul ? Paling mudah melacak periode awal kelahiran terminologi (istilah) Aswaja dimulai dengan lahirnya madzhab (tauhid) al-Asy’ari dan abu Manshur al-maturidi. Tetapi kelahiran madzhab Aswaja di bidang kalam ini tidak dapat dipisahkan dengan mata rantai sebelumnya, dimulai dari periode ‘Ali bin Abi Thalib KW. Sebab dalam sejarah, tercatat para imam Aswaja di bidang akidah telah ada sejak zaman sahabat Nabi SAW, sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib KW, karena jasanya menentang penyimpangan khawarij tentang al-Wa’du wa al-Wa’iddan penyimpangan qodariyah tentang kehendak Allah SWT dan kemampuan makhluk. Di masa tabi’in juga tercatat ada beberapa imam Aswaja seperti ‘Umar bin Abdul Aziz dengan karyanya “Risalah Balighah fi Raddi ‘ala al-Qodariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi (tauhid) untuk menentang paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqhu al-Akbar” dan Imam Syafi’i dengan kitabnya “Fi tashihi an-Nubuwwah wa Raddi ‘ala al-Barohimah” . Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan Al-Asy’ari, lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secara subtantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi SAW. Artinya paham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam Asy’ari dan Maturidi, tetapi beliau adalah dua diantara imam-imam yang telah berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar Al-Haytami berkata “Jika Ahlussunnah wal jamaah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut rumusan yang digagas oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi “ [1].Dalam fiqh adalah madzhab empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dalam tasawwuf adalah Imam Al-Ghozali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam al-Junaydi dan ulama’-ulama’ lain yang sepaham. Semuanya menjadi diskursus islam paham Ahlussunnah wal jamaah. Apa latar belakang sejarah yang menyebabkan lahirnya akidah Asy’ariyah dan Maturidiyah ? Secara faktual, tidak dapat dipungkiri bahwa awal mula terjadinya perpecahan masyarakat Islam dimulai dari Khalifah ‘Utsman bin Affan RA dan hampir melembaga pada periode Ali bin Abi Thalib KW. Perpecahan tersebut berlanjut pada persoalan akidah. Perbedaan tersebut berlangsung terus menerus secara pasang surut, terkadang volumenya kecil, terkadang juga membesar. Pada masa Abbasiyah berkuasa, sebelum periode al-Mutawakkil, terjadi keresahan yang luar biasa (mihnah) di kalangan umat Islam, akibat pemaksaan paham akidah Mu’tazilah oleh penguasa. Dalam situasi kacau dan resah itulah muncul Imam Abu Hasan al-Asy’ari menawarkan rumusan teologi sesuai dengan nash Qur’an dan hadits yang telah tersusun rapi. Kemudian oleh para ulama’ disepakati sebagai paham teologi Aswaja. Makin lama pengikut paham ini makin besar. Sementara di daerah lain, yakni Samarqand Uzbekistan dan di Mesir, Imam Abu Manshur al-Maturidi dan at-Thahawi, juga berhasil menyusun rumusan teologi yang pararel dengan rumusan Imam al-Asy’ari, semuanya mempunyai orientasi yang sama, yaitu menjawab persoalan-persoalan Islam yang sangat meresahkan pada waktu itu. Muchib Aman Ali 

 SUMBER : forsan salaf.COM
ReAD LAgI GaN

Mengagungkan Ulama=syirik?

Alam semesta dan segala isinya tiada henti bertasbih siang dan malam kehadirat Nya yang Maha Tunggal dalam keluhuran, Tunggal dalam keabadian, Tunggal dalam kesucian, Tunggal dalam Kesempurnaan, Tunggal dalam Kekuasaan di Hamparan Angkasa Raya dan Penguasa Kekal pada seluruh Alam, Dicipta Nya Jagad Raya dari ketiadaan, dijadikan Nya keturunan Adam as termuliakan sebagai Khalifah dimuka bumi, mereka termuliakan dengan ilmu, Adam as melebihi malaikat karena ia diberi Ilmu oleh Allah swt yang tak diketahui oleh para malaikat, maka diperintahkanlah para malaikat bersujud kepada Adam as karena ia lebih berilmu dari para malaikat, walaupun malaikat tercipta dari cahaya dan Adam as hanyalah dari tanah Lumpur, sebagaimana dijelaskan dalam 
QS Albaqarah 30?34. Fahamlah kita bahwa ilmu lah yang membuat para malaikat yang tercipta dari cahaya harus tunduk bersujud dan mengagungkan Adam as yang tercipta dari tanah Lumpur, sebatas sini kita sudah jelas bahwa pengagungan untuk para ulama adalah merupakan perintah Allah swt. 

Allah swt berfirman : 
BILA KALIAN BERSYUKUR MAKA NISCAYA KUTAMBAHKAN NIKMAT ATAS KALIAN, DAN BILA KALIAN INGKARI NIKMATKU MAKA SUNGGUH SIKSA KU SANGAT PEDIH? (QS Ibrahim 7),

 fahamlah kita bahwa bersyukur merupakan kewajiban bagi kita, dan tidak bersyukur adalah berhadapan dengan siksa Nya yang pedih. Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh kenikmatan yang datang kepada kita mestilah melalui perantara, misalnya harta, makanan, minuman dll, mestilah lewat Makhluk Nya, tidak langsung dari Nya tanpa perantara, kita menemukan sebuah hadits mulia, dimana Rasul saw bersabda : 

Belumlah seseorang (dianggap) bersyukur kepada Allah bila ia tak bersyukur kepada orang (yang berjasa padanya) (Shahih Ibn Hibban hadits no.3407, Sunan Imam Tirmidzi hadits no.1954 dengan sanad hasan shahih, sunan Imam Abu Dawud hadits no.4811). 

Jelaslah dari hadits ini bila seseorang misalnya mendapat hadiah, rizki, uang, atau lainnya, lalu ia bersyukur kepada Allah, ternyata belumlah sempurna syukurnya itu sebelum ia berterimakasih kepada sang perantara kenikmatan Allah swt. Kita dituntut untuk bersyukur atas segala kenikmatan, dengan cara bersyukur kepada Allah swt dan berterimakasih kepada perantara kenikmatan Nya itu, sebagaimana kita memahami bahwa sebesar apapun ibadah kita tetap belumlah kita dimuliakan Allah swt sebelum kita berbakti kepada kedua orang tua, karena ayah dan ibu kita adalah perantara atas kehidupan kita. Namun adapulan kenikmatan yang bukan hanya sekedar makan, minum, harta, dll, ada kenikmatan yang jauh lebih luhur, yaitu kenikmatan ibadah, kenikmatan dzikir, yang bila sedang melimpah kenikmatan-kenikmatan ini kepada kita maka akan runtuhlah seluruh kenikmatan duniawi kita, runtuh seluruh kesedihan dan kesempitan kita, semuanya sirna dan tak terasa saat kita tenggelam dalam satu dua kejap bersama cahaya khusyu didalam sujud, atau bibir yang bergetar menyebut Nama Nya dengan ledzat, atau airmata yang mengalir dalam kerinduan pada perjumpaan dengan Yang Maha Indah.. Wahai saudaraku, kenikmatan yang sangat agung ini berkesinambungan dengan kenikmatan yang abadi kelak, dan wajib pula disyukuri, yang bila kita mensyukurinya maka Allah akan menambahnya, dan bila kita tak menyukurinya maka kita dihadapkan pada siksa Nya yang pedih. Ingatlah hadits diatas, bahwa setiap kenikmatan itu ada perantaranya, demikian pula kenikmatan-kenikmatan batin diatas, perantaranya adalah para ulama yang mengajarkan kita shalat, puasa, zakat, dzikir, kemuliaan Allah, keagungan Allah dll yang dengan itulah kita akan sampai kepada sorga. Adakah jasa yang lebih besar pada kita selain jasa guru-guru kita yang membimbing kita kepada Keridhoan Nya?, maka wajiblah kita mengagungkan para ulama dan guru-guru kita, itulah bukti akan bakti kita pada mereka, dan itu merupakan tanda sempurnanya syukur kita kepada Allah.. 

Sebagaimana Ibn Abbas ra yang memuliakan gurunya, yaitu Zeyd bin Tsabit ra, ia berjalan kaki seraya menuntun kuda Zeyd bin tsabit ra, maka Zeyd ra melarangnya dan Ibn Abbas ra berkata : ?Beginilah kita diperintah untuk memuliakan ulama-ulama kita?, maka turunlah Zeyd bin tsabit ra seraya mengambil tangan kanan Ibn Abbas ra dan menciumnya seraya berkata : "beginilah kita diperintah memuliakan Ahlulbait yang melihatnya? (Faidhul Qadir juz 3 hal.253), bahkan telah berkata sayyidina Ali kw : ?aku adalah budak bagi yang mengajariku satu huruf?, sebagaimana hadits Rasul saw : ?barangsiapa yang mengajari seorang hamba sebuah ayat dari kitabullah maka ia adalah Tuan baginya, maka sepantasnya ia tak menghinakannya dan meremehkannya? (Majmu? zawaid Juz 1 hal 128, Fathul Bari Almasyhur juz 8 hal 248), demikian Rasul saw memerintahkan penghargaan kepada guru-guru kita, demikian pula para sahabat memuliakan guru-guru mereka, maka berbakti kepada guru merupakan tanda syukur kita atas kenikmatan akhirat, kenikmatan shalat, puasa, zakat dll yang dinantikan oleh kebahagiaan nan Abadi. Sampailah kita kepada puncak pemahaman bahwa berbakti kepada Sayyidina Muhammad saw, sebagai Guru dari semua guru yang membimbing kepada keluhuran, merupakan tanda sempurnanya syukur kita kepada Allah swt, dan Bakti kepada sang Nabi saw, memuliakannya, mengagungkannya, mencintainya, merupakan tanda syukur dan terimakasih kita kepada jasa-jasa beliau saw, yang dengan itulah sempurnanya syukur kita kepada Allah swt, wahai saudaraku, ketahuilah bahwa Sang Nabi saw adalah yang menjaga dan menaungi kita dari musibah api neraka kelak, demikian Allah menjelaskan kepada kita tentang Nabi Nya saw ini, Allah swt berfirman : ?TELAH DATANG PADA KALIAN SEORANG RASUL DARI KELOMPOK KALIAN, SANGAT BERAT BAGINYA APA-APA YANG MENIMPA KALIAN, SANGAT MENJAGA KALIAN, DAN KEPADA ORANG-ORANG MUKMIN SANGAT BERLEMAH LEMBUT? (QS Attaubah 128). Alangkah agungnya manusia yang satu ini, bagaimana Allah swt membanggakan hamba Nya Muhammad saw sebagai hamba yang menjadi pelindung bagi hamba-hamba Nya yang lain. Kini kita temukan puncak dari kesempurnaan syukur kita atas kenikmatan Islam dan Iman, bukan hanya cukup bersyukur kepada Allah swt semata, namun berbakti kepada Nabi kita Muhammad saw lah penyempurna syukur kita, sebagaimana kesaksian tauhid kita pun tak sempurna sebelum kesaksian Muhammad saw sebagai Rasul Allah swt. Maka timbul pertanyaan dihati kita, bagaimana dengan kelompok yang mengenyampingkan atau bahkan mengatakan musyrik bila kita memuliakan Nabi Muhammad saw??, bukankah ini ajaran Iblis yang memang tak mau sujud pada Adam as yang diberi kelebihan ilmu oleh Allah swt??, sedangkan Nabi saw bukanlah saja makhluk yang paling berilmu dari seluruh makhluk Nya Allah swt, namun beliau saw adalah guru besar kita yang membimbing kita kepada Iman dan islam, barangkali kelompok ini sebentar lagi akan mengatakan bahwa syahadat itu musyrik pula bila menyebut nama Muhammad saw. Mereka ini durhaka terhadap sang Nabi saw, bagaimana pendapat anda bila ada seorang anak yang menolak menghormati ibunya?, mengharamkan penghormatan pada ibu dan ayahnya karena dianggap syirik?, bukankah ini anak yang durhaka?, naudzubillah dari durhaka yang 1000X lebih besar dari durhaka pada ayah dan ibu, yaitu durhaka pada Rasulullah saw, para sahabat radhiyallahu?anhum berebutan air bekas wudhu beliau saw (shahih Bukhari) para sahabat menjadikan air bekas perasan dari baju beliau saw sebagai obat (shahih Bukhari), para sahabat memuliakan sehelai rambut beliau saw setelah beliau wafat (shahih bukhari), para sahabat berebutan rambut beliau saw saat beliau saw dicukur rambutnya saw (shahih bukhari), apakah ini semua musyrik dan kultus?, sungguh.. manakah yang lebih kita ikuti dan panut selain para sahabat radhiyallahu?anhum?, siapakah yang lebih memahami tauhid selain mereka?, adakah makhluk-makhluk sempalan di akhir zaman ini merasa mereka lebih tahu kesucian tauhid daripada sahabat radhiyallahu ?anhum? Semoga Allah segera mengulurkan hidayah Nya untuk saudara-saudara kita muslimin yang masih buta dari kemuliaan syukur ini. amiiin... 

SUMBER: HABIB MUNZIR AL MUSAWA / MAJLIS ROSULULLOH.ORG
ReAD LAgI GaN

RAHASIA KEMUDAHAN

Rahasia kemudahan hidup................... Sedikit berbagi dari apa yang saya baca di ceramah guru mulia kita Al habib Munzir Al Musawwa, mudah - mudahan bermanfaat...
 Bismillahirahmanirrohim 
Assalamu’alaikum warohmatullallhi wabarokaatuh, Hamdan li Robbin Khosshona bi Muhammadin Wa anqodznaa bi dzulmatiljahli waddayaajiri Alhamdulillahilladzii hadaanaa bi ‘abdihilmukhtaari man da’aanaa ilaihi bil idzni waqod naadaanaa labbaika yaa man dallanaa wa hadaanaa Shollallahu wa sallama wa baarok’alaih Alhamdulillahilladzi jam’anaa fi hadzalmahdhor,Limpahan puji kehadirat Allah SWT yang Maha luhur, Maha mengasuh alam semesta dari sejak dicipta hingga alam ini berakhir, hingga tiadalah setiap makhluk di alam, terkecuali di dalam pengasuhan kelembutan Ilaahi, Maha memelihara dan mengasuh hamba-hambanya melewati kehidupan, dengan ciptaan alam dipermukaan bumi, berupa matahari, bulan, bintang-bintang, air dan lautan, daratan, tumbuhan dan hewan, yang kesemuanya adalah bentuk kelembutan Allah pada keturunan Adam, yang kesemuanya adalah seruan Allah, mengundang keturunan Adam untuk mendekat, sang Maha Pengasuh, ketika ibu mengasuh bayinya, dengan segala kasih sayangnya selama sekian tahun dan bulan, akan selesai masa pengasuhan ibu, tapi pengasuhan Allah kepada kita, sejak kita di alam rahim hingga kita wafat, pengasuhan Allah tiada berhenti setiap waktu dan kejap, memelihara seluruh sel tubuh kita dan memelihara kehidupan kita, meminjamkan panca indera, meminjamkan permukaan bumi, dan terus mengatur kehidupan kita dengan sempurna, duduk dan berdirinya, bahkan sakit dan musibahnya dijadikan penghapusan dosa, demikian indahnya perbuatan sang pengasuh kita, Allah. Yang tiada membedakan pengasuhannya kepada hambanya yang mu’min atau yang zholim, yang muslim atau yang diluar Islam, yang menyembah Allah atau yang menyekutukan Allah, atau yang menantang kemurkaan Allah, demikianlah kasih sayang Allah mengalir bagaikan air yang tiada pernah berhenti setiap kejap dalam kehidupan kita, dan Allah mengaturkan kasih sayang-Nya yang abadi, bagi mereka yang beriman, yang mengikuti sayyidina Muhammad, SAW wa barak’alaih, kau lihat kasih sayang Ilaahi yang demikian dahsyat kepada mereka yang kufur sekalipun, sungguh setiap keturunan Adam, telah ditunggu oleh Allah untuk mendapatkan kasih sayang-Nya yang abadi, pemeliharaan dan pengasuhan-Nya yang kekal, yang jauh lebih lembut dari semua ibu terhadap bayinya, Jalla wa ‘ala Allah SWT nama yang paling berhak diagungkan di alam, nama yang paling berkuasa dan merajai langit dan bumi, yang keputusan dan kehendak-Nya tidak bisa ditentang oleh seluruh alam semesta beserta isinya, Maha Raja tunggal yang sedemikian indah dan dermawannya menawarkan pengampunan-Nya pada yang berbuat kesalahan pada-Nya, demikian indahnya Allah Jalla wa’ala, Tuhanku dan Tuhan kalian, yang mengenalkan kelembutan-Nya kepadaku dan kalian, dengan kehidupan kita dengan apa-apa yang kita lewati. Wal-‘ashri* innal-insaana lafii husrin* illalladziina aamanuu wa ‘amilusshoolihaati wa tawaa shoubil-haqqi wa tawaa shoubisshobr* seruan dari yang Maha lembut, seruan dari Allah yang Maha berkasih sayang, Allah SWT melihat keadaan manusia, dalam luasnya kekayaan atau dalam sempitnya kemiskinan, besarnya kegembiraan atau dahsyatnya kesedihan, Allah tidak membedakan itu, “innal-insaana lafii husrin” manusia itu merugi, semua manusia itu merugi, yang kaya, yang miskin, yang susah yang gembira, yang tua yang muda merugi, ”illalladziina aamanuu wa ‘amilusshoolihaati” kecuali mereka yang beriman kepada Allah, mereka tidak merugi, dalam kemiskinannya mereka tidak dirugikan Allah, mereka dalam kekayaannya tidak dirugikan Allah, dalam kesedihannya tidak dirugikan Allah, dalam kegembiraannya tidak dirugikan Allah, “wa ‘amilusshoolihaati” beramal sholeh mengikuti Muhammad Rasulullah “wa tawaa shoubil-haqqi wa tawaa shoubisshobr” dan yang saling mewasiatkan saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran, ini yang dihargai oleh Allah, tidak rugi, yang selain itu rugi di dalam keadaan apapun. Limpahan puji kehadirat Allah yang menyinggung kita dengan singgungan lembut dan kasih sayangnya, bukan berarti Allah mengatakan mereka itu zholim, fasiq, atau lainnya, tapi Allah mengatakan merugi, apa itu merugi? merugi itu tidak mendapat anugerah atau tidak mendapat sesuatu yang berharga, karena setiap napasnya berharga, karena setiap kesedihan bisa jadi berharga, karena setiap kegembiraan bisa jadi berharga, setiap kesulitan dan kemudahan bisa berharga jika diikuti dengan iman, diikuti dengan amal sholeh, diikuti dengan saling menasehati dalam kebaikan dan kebenaran dan kesabaran, demikian Allah menenangkan jiwa yang dalam kesedihannya, entah dalam permasalahan kekayaannya atau permasalahan kemiskinannya, dalam permasalahan kesedihannya atau dalam kegembiraannya, ingatlah Allah SWT membentangkan mereka yang beriman dan beramal sholeh mereka tidak rugi, dalam segala keadaannya mereka beruntung, terus dilimpahi pahala dalam keadaan apapun, demikian indahnya orang-orang yang mengikuti sang Nabi. Sampailah kita dimalam hari ini kembali menukil mutiara-mutiara indah, dari sabda Nabi kita Muhammad SAW: “yassiruu wa laa tu’assiruu sakkinuu wa laa tunaffiruu” permudahlah umat ini dan saudara-saudara kalian dan teman-teman kalian dan jangan dipersulit, jika mereka ingin bertaubat jangan dipersulit taubatnya, jika mereka ingin dekat kepada Allah SWT permudahlah agar mereka lebih ingin dekat kepada Allah, “wa sakkinuu” tenangkan temanmu, masyarakatmu, keluargamu, kerabatmu, tenangkanlah, bukan diajak untuk emosi dan marah “wa sakkinuu” tenangkanlah “wa laa tunaffiruu” jangan kau sampaikan satu ucapan yang membuat mereka menghindar dari pada tuntunan Ilaahi, kekerasan didalam tuntunan, didalam ucapan, atau didalam pengajaran, bisa membuat orang menghindar dan menjauh, ini telah diingkari oleh sang Nabi SAW wa barak’alaih wa ‘ala alih, beliau SAW menuntun kita kepada kelembutan didalam gerak-gerik dan pribadi dan didalam taqwa kita, dakwah bukan hanya harus di atas mimbar, tapi kau dengan temanmu mengajaknya berbuat baik itu adalah dakwah, demikian hadirin hadirat berlemah lembutlah, warisilah kemuliaan sifat Muhammad Rasulullah SAW wabarak’alaih, hidupkan jiwa-jiwa yang mengikuti sifat-sifat sang Nabi, munculkan kekuatan mu’jizat dalam budi pekerti dan hari-hari kita, bagaimana memunculkan kekuatan mu’jizat? Bukankah kita ini bukan Nabi dan bukan Rasul, betul kita bukan Nabi dan bukan Rasul, tapi mu’jizat adalah milik Nabi kita Muhammad SAW, namun rahasia kemuliaannya tersimpan pada sunnah beliau, mereka yang mengikuti sunnah beliau, ia akan melihat cahaya keberkahan didalam hidupnya, yang muncul dari cahaya mu’jizat tuntunan Nabi Muhammad SAW wa barak’alaih. Hadirin hadirot yang dimuliakan Allah. Allah SWT menuntun Nabinya kepada kasih sayang dan kelembutan, maka jadilah sang Nabi ini digandrungi dan dijadika idola, dicintai dan dijadikan pintu pengaduan, hingga mereka melihat wajah sang Nabi, tenang jiwa mereka, belum bicara dengan beliau, melihat wajah yang paling ramah dari semua wajah yang ramah, wajah yang paling banyak tersenyum dari pada semua orang-orang yang ramah, Nabiyyuna Muhammad SAW wa barak’alaih, beliau diundang oleh Nashrani hadir, diundang oleh Yahudi hadir, diundang oleh munafik hadir, demikian indahnya budi pekerti manusia yang paling agung, Nabiyyuna wa syafi’una Muhammad SAW wa barak’alaih. Bangkitkan keindahan budi pekerti beliau dan indahnya sosok beliau dalam jiwamu, kau akan temukan ketenangan hidup dan bimbingan Ilahiyyah dalam hari-harimu kepada keluhuran dan keberkahan. Diriwayatkan didalam shohih bukhori : “maafiiya amroini ‘inda rasulillahi saw illaa akhodza laysarohumaa maa lam yakun itsma” “tiadalah dihadapkan dua masalah kepada sang Nabi, terkecuali beliau pasti memilih untuk umatnya yang paling mudah” Cari yang lebih mudah untuk umatnya, diambil yang paling mudah untuk umatnya, kalau disuruh memilih beberapa, beliau pasti memilih yang paling mudah, selama bukan dosa, “maa lam yakun itsma” kalau dosa, beliau tentunya tidak akan membuatnya meringankan hal-hal yang bersifat kemurkaan dan mudhorat, akan tetapi hadirin hadirot, Nabi yang mulia ini yang menjadi lambang kasih sayang Ilaahi, telah kita kenal budi pekertinya pemaaf, telah kita kenal budi pekertinya dermawan, telah kita kenal budi pekertinya penyantun, dan beliau itu sangat ramah dan berkasih sayang kepada seluruh makhluknya Allah SWT, rahasia kemulian hadits yang kita dengar dan kita baca bersama tadi, adalah munculnya cahaya hidayah, dari berkat mu’jizat dakwah Nabi Muhammad SAW. Ketika kita mengikuti tuntunan dakwah sang Nabi akan muncul keberkahan dan manfaat bagi umat, dengan mu’jizat cahaya hidayah, dihadapan umat, atau pada temannya, atau pada keluarganya, atau pada kerabatnya, atau pada masyarakatnya, dengan apa? Islam, metode yang paling berhasil sepanjang permukaan bumi dicipta hingga permukaan bumi berakhir adalah metode sayyidina Muhammad, pembenahan umat yang paling berhasil, pembenahan masyarakat yang paling berhasil adalah metode Muhammad Rasulullah SAW wabarak’alaih. Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, bagaimana indahnya, Rasul SAW dan para shahabatnya memahami keringanan-keringanan di dalam syari’at, ketika salah seorang shahabat, seorang tua renta “para tabi’in melihat” seorang tua renta sedang sholat sunnah, bukan sholat fardhu, sedang sholat sunnah tiba-tiba ditengah jalan didalam perjalanannya dia sedang sholat sunnah, tiba-tiba keledainya pergi, lepas dari tali pengikatnya dan pergi, maka orang tua itu keluar dari sholatnya, meninggalkan sholatnya dan mengejar keledainya, para tabi’in ketawa, ini orang tidak punya khusu’, sedang sholat sunnah, keledainya pergi ditinggal sholatnya, maka ketika ditanya ternyata orang tua itu adalah shahabat Rasulullah SAW, kenapa engkau berbuat begini wahai orang tua, sedangkan engkau shahabat Rasulullah, dia berkata; aku menyaksikan betapa ringannya tuntunan beliau, jika aku tetap dalam sholatku, keledaiku akan pergi menjauh, aku tidak bisa pulang kerumah dan rumahku jauh, Allah SWT telah mengajarkan kepada kita, “wallahu yuriidu bikumul-yusro walaa yuriidu bikul-‘usro” Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan Allah tidak menginginkan kesulitan” demikian indahnya budi pekerti dan tuntunan Nabi kita Muhammad SAW, dan tentunya hal ini bukan meremehkan syari’at, akan tetapi mengagungkannya dan memuliakannya, dan keringanan muncul adalah pada tempatnya, bukan meremehkan, sebagaimana disampaikan oleh guru kita tadi, berpaling untuk mengagungkan syari’at, mengagungkan Allah dan Rasul, meremehkannya adalah suatu kesalahan yang nyata, meremehkan Allah dan Rasul, meremehkan al-Quran, meremehkan hadits, hal yang salah dan merupakan kemunkaran yang jelas, akan tetapi ketika kita dalam kesulitan, Allah bukakan keringanan dan kemudahan sehingga kita tidak bosan-bosannya beribadah, sehingga tidak ada kesempatan yang tertutup untuk beribadah dan kita selalu asyik kepada Allah Jalla wa’ala. Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, bagaimana budi pekerti sang Nabi untuk menjaga lidah, ketika terjadi kesalahan besar, pada salah seorang ahlu badar ra wa ardhoh, kesalahan dimana ia tanpa sengaja membocorkan rahasia-rahasia dari pasukan di madinatul munawarah, yang disampakan kemudian pada orang-orang di makkah, musuh-musuh Islam, ketika dicari ternyata ia yang membocorkan, ketika dipanggil, dan ia berkata aku tidak sengaja ya Rasulullah, sehingga Umar berkata; ya Rasulullah biarkan aku menebas leher orang ini, ia munafik, karena ia telah membocorkan rahasia, padahal tanpa sengaja, maka Rasul SAW berkata; ya Umar lupakah engkau dengan janji Alllah, bahwa Allah SWT berkata kepada ahlu badar; “ i’maluu maa syi,tum qod ghofarullahu maa taqoddama min dzunuubikum wamaa ta-akh-khor” wahai Umar, Allah berkata: engkau ini adalah orang dari ahlu badar, orang yang ikut dalam perang badar, telah Kau katakan pada mereka; berbuatlah semau kalian, telah Ku ampuni dosa kalian yang terdahulu dan yang akan datang”, nangis sayyidina Umar bin Khattab ra, teringat pada kemuliaan sambutan Ilaahi yang Allah berikan kepada ahlul badar ra wa ardhohum, bukan berarti mereka itu boleh berbuat dosa semaunya, karena Allah sudah tahu dan akan membimbing jiwa-jiwa ahlu badar, tidak akan wafat terkecuali dalam keindahan husnul khotimah ra wa ardhohum. Hadirin hadirot, dalam kesempatan lain, ketika Rasul SAW bertamu pada salah seorang shahabat, orang yang buta, Rasul SAW ketika sedang duduk, para shahabat berbincang satu sama lain tentang salah seorang yang tingkah lakunya buruk, banyak berdusta, banyak berkhianat, banyak berbuat kesalahan dan dosa, shahabat berkata; dia itu munafik, Rasul SAW bertanya; kenapa kalian sebut ia itu munafik? Ya Rasulullah tingkah lakunya sesuai dengan perbuatan orang munafik, maka Rasul berkata; bukankah ia mengucap “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasulullah” para shahabat berkata; betul ya Rasulullah, ia tidak mengingkari kalimat itu, maka Rasul berkata; sungguh Allah mengharamkan orang yang mati dalam “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasulullah” dalam api neraka, demikian hebatnya akhlak sang Nabi untuk tidak mencaci pada saudaranya muslimin, padahal sudah jelas-jelas perbuatannya perbuatan orang-orang munafik, akan tetapi ketika ucapan itu disampaikan kepada orang itu, engkau lagi dicaci oleh para shahabat, karena kejahatanmu, sering menipu, sering berkhianat, Rasulullah melarang, engkau dicaci, katanya engkau mengucap “laa ilaaha illallaah Muhammadur rasulullah” nangis orang tersebut dan ia bertaubat kepada Allah, inilah rahasia keagungan akhlak, inilah rahasia mu’jizat dari budi pekerti sayyidina Muhammad SAW wa barak’alaih. Mengenai hadits riwayat Imam Bukhori dalam Shohihnya, bahwa Rasul SAW bersabda; “aayatul-munaafiq tsalatsah” tanda orang munafik tiga, idza haddatsa kadzaba, wa idza wa’ada kholafa, wa idza’tumina khoona” tanda orang munafik tiga, jika bicara dusta, jika berjanji ingkar, jika dipercaya khianat” tiga sifat ini adalah tanda orang munafik, al-Imam al-Asgholani didalam kitabnya fathul baari bi syarah Shohih Bukhori, menukil makna dari hadits ini, bukan berarti orang yang punya tiga sifat ini pasti munafik, tapi makna dari hadits ini adalah sifat-sifat itu umumnya ada pada orang-orang munafik, kalau orang munafik punya sifat-sifat seperti itu, tapi orang yang bersifat tiga ini belum tentu munafik, demikian al-Imam al-Asgholani didalam kitabnya fathul bari mensyarahkan makna hadits ini, demikian indahnya budi pekerti Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, manusia yang paling indah dicipta Allah ini, jika tidak suka pada sesuatu berubah wajahnya, jika beliau tidak suka akan suatu hal berubah wajahnya, para shahabat bisa mengambil fatwa, Rasulullah suka atau tidak suka, belum beliau berucap sudah terlihat dari wajahnya, kalau wajah beliau tidak berubah dan terlihat gembira berarti beliau senang walau belum berucap, kalau beliau berubah wajahnya, maka disaat itu pahamlah para shahabat kalau Rasul tidak senang, karena Rasul sangat pemalu, sangat tidak mau menyakiti perasaan orang lain, hingga dalam beberapa hal yang bukan bersifat hak-haknya Allah, Rasul tidak mau bicara, padahal hal itu menyusahkan beliau SAW wa barak’alaih wa’ala alih. Hadirin hadirot yang dimuliakan Allah Rasul SAW diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori, menyukai syair-syair yang mendorong kepada kebaikan dan kemuliaan, Rasul SAW bersabda: “inna fii syair hikmatan” sungguh di dalam syair-syair itu terdapat hikmah” demikian riwayat Shohih Bukhori, syair-syair yang menuju kepada Allah dan Rasul tentunya. Diriwayatkan didalam Shohih Bukhori, salah seorang shahabat bernama Amir bin ‘uquq ra, ketika memimpin perjalanan, maka Amir bin ‘uquq ini membaca syair-syair, menyemangati hadirin yang ikut didalam shaf-shaf Nabi, ketika selesai membaca syair-syair, Rasul bertanya; man farih hadza? Siapa itu yang membaca syair paling depan, maka orang berkata; Amir bin ‘uquq ya Rasulullah, Rasul menjawab; “yarhamhullah” Allah SWT melimpahkan rahmat kepadanya, shahabat lain menjawab;“wajabat ya rasulullah” memang pantas dia itu dipuji dan didoakan untuk mendapatkan rahmat, karena kalau dia sudah mengucapkan syair-syairnya, kita tambah khusu’ lagi kepada Allah, selesai peperangan Amir bin ‘uquq tanpa sengaja, ketika sedang diserang oleh salah seorang Yahudi musuhnya, ia memukulkan pedangnya, tanpa sengaja tertusuk kepada tubuhnya sendiri, wafat dengan senjatanya sendiri, maka berkata para shahabat, Amir bin ‘uquq wafat di dalam su’ul khotimah, Amir bin ‘uquq wafat di dalam keburukan karena ia telah lepas sebelum amal sholehnya karena telah membunuh dirinya, padahal dia ingin membunuh musuhnya tanpa sengaja tertusuk dirinya sendiri dan wafat, Rasul SAW berkata: “laa wallah laa wallah” tidak demi Allah tidak demi Allah” sulit orang-orang dari bangsa Arab yang mempunyai kemuliaan seperti Amir bin ‘uquq ra, disini menunjukkan dengan jelas bahwa Rasul SAW menyukai syair-syair pujian kepada Allah dan Rasul, jika ditanyakan tentang syair bersama, ini kita sering membacakan syair bersama, satu membaca yang lain mengikuti, apakah ini ajaran dari Rasul? Ini ajaran Nabi Muhammad SAW, mereka yang mengatakannya bid’ah ini karena tidak memahami ilmu hadits, al-Imam ibnu Hajar al-Asgholani didalam kitabnya fathul baari bi syarah Shohih Bukhori, menukil bahwa Rasul ketika mendengar salah satu nashidah dan syair seorang shahabat, Rasul ikuti ucapan shahabat itu, ucapan shahabat itu satu syair, Rasulullah ikuti setelahnya, persis sebagaimana yang kita lakukan didalam majlis-majlis, yang satu membaca qashidah yang lain mengikutinya, ini perbuatan sayyidina Muhammad SAW wa barak’alaih dan tidak keluar dari syari’atul muthaharoh. Hadirin hadirot yang dimuliakan Allah. Demikian rahasia-rahasia keindahan disampaikan dari masa ke masa, mengenai permasalahan yang terus datang didalam kehidupan kita di dunia ini, kita ingat satu riwayat Nabi kita Muhammad SAW didalam Shohih Muslim, Rasul bersandar disebuah tikar yang kasar, tikar itukan karpet yang dirajut dari dedaunan, itu tikar kasar, shahabat melihat sampai kulit beliau yang demikian halusnya kemerah-merahan karena tertekan kasarnya tikar tersebut, ketika beliau bersandar, maka menangis salah seorang shahabat, ya Rasulullah bi abi wa ummi, demi ayah dan ibu, ya Rasulullah jika engkau mau ku bentangkan karpet untukmu ya Rasul, jangan bersandar ditikar sampai terlihat bekas dari kulitmu, demikian cinta para shahabat ra kepada Rasul SAW, lihat kulitnya sang Nabi kemerah-merahan karena bersandar ditikar mereka tidak ridho, mereka ra ingin Rasul berada diatas karpet permadani, maka Rasul SAW menjawab, aku dengan dunia ini hanya bagaikan orang yang lewat dan numpang berteduh di bawah sebuah pohon, maka aku akan pergi meninggalkannya, maka apa yang perlu ku bawa dan ku siapkan kalau hanya untuk bersandar dibatang pohon sementara dan kemudian meneruskan perjalanan, pohon akan kutinggalkan, itulah dunia dan kehidupanku, bagaikan numpang berteduh disebuah pohon saja, kemudian menuju kehidupan milyaran tahun, jutaan tahun dalam kebahagiaan yang kekal atau dalam kehinaan yang kekal. Hadirin hadirot Allah SWT berfirman diriwayatkan didalam mustadrak ‘ala shohihain, dan juga didalam musnad Imam Ahmad dan lainnya, bahwa Allah SWT berfirman: “yabna aadam” wahai keturunan Adam, khusu’lah didalam beribadah kepadaku maka akan ku penuhi kehidupanmu dengan keluasan rezeki” kita memahami Allah yang Maha membukakan keluasan rezeki ini, Allah SWT yang Maha mengusai kejadian, yang bisa merubah sesuatu mestinya untung menjadi rugi, atau sebaliknya, jika seseorang bercocok tanam dan dia mengandalkan kemampuannya yang zhohir saja tanpa mengandalkan doa, tiba-tiba Allah kirimkan hujan atau Allah kirimkan kemarau atau mengirimkan hama, habis seluruh apa-apa yang ia siapkan, demikian pula usaha dalam hidup, kalau sudah Allah SWT tidak diikut sertakan didalam usahanya, maka usahanya itu selalu terbentur didalam kesulitan, kalau tidak terbentur didunia, terbentur diakhirat. Hadirin hadirot ini penyampaian saya yang terakhir, maka menghadapi kesulitan dan permasalahan yang terus dalam kehidupan kita, telah diwasiatkan oleh Rasul dengan firman Allah dalam hadits qudsi“taqorrob fi qoryatii” kosongkan jiwamu dalam ibadah kepada-Ku kata Allah SWT, disaat kita beribadah, lupakan seluruh nama dari selain Allah, kita bermunajat kepada Allah SWT, agar Allah SWT mengosongkan jiwa kita dari selain-Nya saat kita beribadah,
 Ya Rahman Ya Rahim, dan penuhilah kehidupan kami dengan keluasan rezeki, 
dan penuhi jiwa kami dengan kecukupan, Ya Allah Ya Rahman, wahai yang Maha mengasuh kami, wahai yang Maha memelihara kehidupan kami, dari sejak kami di alam lahir hingga kami terkubur didalam kubur kami, Engkaulah yang Maha mengasuh kami melebihi semua teman dan kekasih, Robbi, yang mengenalkan nama Maha dekat, yang mengenalkan dzat-Mu Maha pemaaf, yang mengenalkan dzat-Mu selalu menanti munajat dan taubat para pendosa. Ya rahman Ya Rahim, terimalah istighfar kami, permohonan maaf kami, atas dosa-dosa kami Robbi, terimalah taubat kami Ya Rahman Ya Rahim, beri kami kekuatan untuk selalu mengosongkan diri saat ibadah kepada-Mu, yang dengan itu Kau penuhi jiwa kami dengan kecukupan, dan Kau penuhi kehidupan kami dengan keluasan rezeki, jadikan seluruh usaha kami berhasil, jadikan mereka yang masih sekolah mendapat keberhasilan yang gemilang, semua aktifitas kami Robbi jawablah dengan pengabulan dan keluasan, fa quuluu Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya dzaljalali wal-Ikrom, hadirin ingatlah Dialah yang Maha melihat keadaanmu dan Maha Mampu melimpahkan keluasan kepadamu dalam sisa kehidupan kita, Dia yang Maha melihat saat tubuh kita digelimpangkan di alam kubur dan ditinggal oleh seluruh sahabat dan kekasih kita, Dialah yang terus bersama kita. Maka serulah nama-Nya yang Maha Luhur, serulah cahaya kedermawanan Allah, serulah cahaya keberkahan-Nya agar terlimpah kepadamu, dan panggillah nama-Nya, sebagaimana firman-Nya :“qulid’ullaha awid’urrahman ayyaama tad’u” serulah Dia Allah, serulah Dia Ar-Rahman ketika kalian bermunajat, padukan seluruh doa-doamu didalam lafdzul Jalalah nama-Nya yang Maha Agung, padukan seluruh kesulitan dan permohonan kita pada luasnya samudera nama-Nya yang Maha melimpahkan kebahagian dari zaman ke zaman, fa quuluu jamii’an Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya dzaljalali wal-Ikrom Ya dzatthouli wal-in’am wa shollahu ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam wal-hamdulillahi robbil-‘alamin 

 SUMBER : GURU MULIA HABIB MUNZIR AL MUSAWA 
LINK: MAJLIS ROSULULLOH.ORG
ReAD LAgI GaN